Uniknya Peluluhan Fonem [p, t, k, s]


Oleh
Anisa Prasetia Novia

Bahasa tak pernah luput dari masyarakat sebagai penuturnya. Sering kali, manusia sebagai penutur bahasa mengabaikan kaidah penggunaan bahasa yang baik. Maka, wajar penutur dalam menggunakan kosakata sehari-hari pun sering mengalami kesalahan yang kemungkinan besar tidak disadari. Sebagai contoh, dalam penggunaan kaidah peluluhan pada konsonan [p, t, k, s] ketika disandingkan dengan imbuhan meN-. Seharusnya jika imbuhan meN- disandingkan dengan konsonan [p, t, k, s] maka akan terbentuk menjadi seperti ini:
meN- + [p]       = mem-
meN- + [t]       = men-
meN- + [k]       = meng-
meN- + [s]       = meny-
Jika kita memerhatikan secara mendalam, maka kita akan menemukan banyak kesalahan yang dilakukan penutur bahasa Indonesia mengenai kaidah peluluhan ini. Mari cek pengetahuan Anda! Mana pembentukan imbuhan meN- yang benar di antara kosakata berikut ini:
memesona atau mempesona                            menari atau mentari
memroduksi atau memproduksi                       menraktir atau mentraktir
memelajari atau mempelajari                          menertawakan atau mentertawakan

mengaji atau mengkaji                                    menyurvei atau mensurvei
mengawal atau mengkawal                             menyinyalir atau mensinyalir
menglasifikasikan atau mengklasifikasikan     menyukuri atau mensyukuri
Mari kita bahas satu per satu. Kosakata pesona apabila disandingkan dengan imbuhan meN- maka akan menjadi memesona karena kata yang berawalan dengan konsonan [p] harus luluh menjadi mem-. Berbeda dengan kosakata pesona, kosakata memproduksi dan mempelajari justru tidak luluh karena kosakata produksi awalannya menggunakan dua silaba [p dan r] yang disebut sebagai kluster sehingga tidak luluh dan kosakata mempelajari bukan berasal dari kata dasar pelajar melainkan dari kata dasar ajar. Maka dari itu, pembentukan kosakata mempelajari tidak luluh karena kaidah ini hanya berlaku bagi kata dasar yang berawalan konsonan [p] selain kluster.
Untuk kosakata tari tentu semua tahu akan luluh menjadi menari jika disandingkan dengan imbuhan meN-. Sama seperti penjelasan sebelumnya, kaidah peluluhan konsonan [t] pun tidak akan berlaku bagi kluster. Maka peluluhan terhadap kosakata traktir akan menjadi mentraktir. Kaidah peluluhan terhadap kata dasar berawalan konsonan [t] ini ada pengecualian, yaitu kosakata tawa disisipi imbuhan ter- maka menjadi tertawa. Kemudian, disandingkan lagi dengan meN-kan maka menjadi menertawakan bukan mentertawakan. Seharusnya, jika kita mengikuti kaidah maka kosakata yang diperoleh adalah mentertawakan  karena tertawa bukan kata dasar. Namun, KBBI sepertinya memperlakukan kosakata tertawa seolah kata dasar sehingga ketika disandingkan dengan meN- menjadi menertawakan.
Nah, yang unik lainnya adalah kata dasar kaji yang disandingkan dengan meN- akan menghasilkan dua bentuk sekaligus yang sama-sama baku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mengapa demikian? Karena kedua bentuk tersebut sama-sama memiliki fungsi dalam tuturan bahasa Indonesia sehingga keduanya dibakukan. Fungsi tersebut karena kata mengaji artinya 1 mendaras (membaca) Alquran; 2 belajar membaca tulisan Arab: 3 belajar; mempelajari, sedangkan mengkaji artinya artinya 1 belajar; mempelajari; 2 memeriksa; menyelidiki; memikirkan (mempertimbangkan dsb); menguji; menelaah. Maka dari itu, kedua bentuk tersebut dibakukan dalam KBBI. Untuk kosakata kawal tentu tidak ada masalah, karena pasti akan terbentuk menjadi mengawal dan seperti contoh sebelumnya, kluster dalam bentuk konsonan [k] pun tidak mengalami peluluhan sehingga kosakata klasifikasi akan menjadi mengklasifikasikan bukan menglasifikasikan.
Terakhir, kosakata yang terbentuk dari konsonan [s]. Kosakata survei apabila disandingkan dengan meN- maka akan luluh seperti kaidah peluluhan [p, t, dan k] menjadi menyurvei. Namun, untuk kosakata sinyalir justru terdapat pengecualian. Ketika kosakata ini disandingkan dengan imbuhan meN- maka akan menjadi mensinyalir bukan menyinyalir. Tentu ini tidak sesuai dengan kaidah, karena sinyalir bukan kluster dan merupakan kata dasar. Hal ini bisa saja alternatif agar penutur bahasa Indonesia tidak sulit mengucapkan menyinyalir karena ada pengulangan fonem [ny]. Oleh karena itu, kosakata sinyalir + meN- menjadi mensinyalir. Untuk kosakata syukur sama seperti sebelumnya diberlakukan pengecualian terhadap kluster agar tidak luluh meskipun sebenarnya konsonan [sy] bukan kluster karena sudah diakui dalam bahasa Indonesia seperti konsonan [ng] dan [ny].

Kaidah peluluhan ini memang sering diabaikan penutur bahasa Indonesia atau lebih tepatnya banyak penutur yang kurang memahami kaidah ini. Terkadang penutur merasa kebingungan mana kosakata yang baku dengan yang tidak baku. Hal ini tentu tidak akan terjadi jika penutur mempelajari bahasa Indonesia secara keseluruhan bukan setengah-setengah. Memang tak dapat dimungkiri dalam kenyataannya penutur bahasa Indonesia kurang menghargai bahasanya sendiri. Lihat saja, seberapa banyak bahasa resmi negara kita yang digunakan tidak sesuai standar. Hal ini tentu berdampak buruk bagi perkembangan bahasa Indonesia. Maka dari itu, perlu diberikan pembelajaran mengenai bahasa Indonesia bagi seluruh lapisan masyarakat agar tidak setengah-setengah dalam memahami bahasanya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi 'Kesabaran' Karya Chairil Anwar

Esai Kajian Struktural terhadap Puisi 'Jembatan' karya Sutardji Calzoum Bachri

Analisis Film 'Negeri 5 Menara'