Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Uniknya Peluluhan Fonem [p, t, k, s]

Oleh Anisa Prasetia Novia Bahasa tak pernah luput dari masyarakat sebagai penuturnya. Sering kali, manusia sebagai penutur bahasa mengabaikan kaidah penggunaan bahasa yang baik. Maka, wajar penutur dalam menggunakan kosakata sehari-hari pun sering mengalami kesalahan yang kemungkinan besar tidak disadari. Sebagai contoh, dalam penggunaan kaidah peluluhan pada konsonan [p, t, k, s] ketika disandingkan dengan imbuhan meN-. Seharusnya jika imbuhan meN- disandingkan dengan konsonan [p, t, k, s] maka akan terbentuk menjadi seperti ini: meN- + [p]       = mem- meN- + [t]       = men- meN- + [k]       = meng- meN- + [s]       = meny- Jika kita memerhatikan secara mendalam, maka kita akan menemukan banyak kesalahan yang dilakukan penutur bahasa Indonesia mengenai kaidah peluluhan ini. Mari cek pengetahuan Anda! Mana pembentukan imbuhan meN- yang benar di antara kosakata berikut ini: memesona atau mempesona                            menari atau mentari memroduksi atau me

Televisi: Kualitas atau Kuantitas?

Oleh Anisa Prasetia Novia Pakaian mini? Perilaku konsumtif? Gaya hidup hedonis? Sifat sombong? Egois? Pendendam? Pemarah? Bermusuh-musuhan? Tindakan bullying ? Perilaku menyimpang: laki-laki bersikap seperti perempuan atau sebaliknya perempuan bersikap seperti laki-laki? Inikah yang ditonjolkan dari pertelevisian Indonesia? Mengapa televisi Indonesia semakin marak memberikan tontonan berupa tayangan bergenre remaja dan anak-anak yang disajikan tidak sesuai dengan harapan? Production House sebagai sarana tayangan-tayangan itu diproduksi seolah-olah mengabaikan nilai-nilai dan norma sosial yang seharusnya disajikan dalam tayangan produksinya. Penonton lebih banyak dicekoki dengan karakter-karakter buruk, salah satunya yang digambarkan dalam alur cerita sinetron masa kini. Tak ingatkah hal ini dapat merusak perkembangan psikologis anak dan remaja Indonesia? Tentu semua tahu bahwa salah satu media massa yang sangat menarik perhatian warga masyarakat khususnya anak-anak dan

Teater is FUN!

Oleh Anisa Prasetia Novia Teater, tentu kata ini tidak asing lagi bagi masyarakat apalagi remaja. Teater adalah salah satu kesenian yang tumbuh subur di Indonesia baik yang berbentuk teater tradisional maupun modern. Saat ini, di Indonesia ada 7 sekolah menengah kejuruan seni pertunjukan yang tersebar di wilayah nusantara. Salah satunya berada di kota Bandung, Jawa Barat. Memang selain berbentuk organisasi resmi (sekolah), teater pun tumbuh sumbur di sekolah-sekolah seperti SMP, SMA dan SMK dalam bentuk ekskul. Ya, ekskul bernuansa teater saat ini marak digandrungi remaja mulai dari ekskul kabaret, pantomime , drama, sampai opera (teater musikal). Apalagi bagi remaja yang memiliki cita-cita untuk menjadi seorang entertainer , tentu belajar teater merupakan pilihan terbaik bukan? Selain belajar berakting, kita dapat mengembangkan bakat yang kita miliki dengan berteater. Kita dapat mengasah kemampuan kita dalam berakting, menyanyi, olah vokal, menari, bermain musik, bahkan j

Smartphone: Jauh Mendekat-Dekat Menjauh

Oleh Anisa Prasetia Novia Berbagai gadget tentu tidak asing lagi bagi remaja kita, khususnya berwujud smartphone . Dewasa ini, smartphone  seolah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat sebagai makhluk sosial. Ya.. mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai yang tua pun tak dapat terlepas dari smartphone . Smarphone yang dulu dianggap sebagai kebutuhan tersier kini mulai beralih fungsi menjadi kebutuhan primer. Lihat saja, berapa banyak masyarakat saat ini yang memiliki smartphone ? Tentu jawabannya banyak. Di zaman serba canggih seperti sekarang, masyarakat seolah kehilangan setengah kehidupannya jika tak memakai smartophone. Apalagi remaja, mereka akan merasa tidak nyaman bahkan gelisah jika sehari saja tanpa smartphone misalnya ketika smartphone yang ia miliki tertinggal di rumah. Waaw.. begitu dahsyat sihir dari gadget yang satu ini! Memang tak dapat dimungkiri smartphone memiliki keunggulan yang sangat banyak dan memberikan manfaat yang sangat besar. Si can

Merubah atau Mengubah?

Oleh Anisa Prasetia Novia “Dan kau hadir merubah segalanya, membuat lebih indah..” begitulah isi salah satu lirik lagu pop di Indonesia. Dalam lirik tersebut, terdapat kosakata ‘merubah’. Selain dalam lirik lagu tadi, kosakata’merubah’ ini pun ada dalam lirik lagu ini “kau boleh acuhkan diriku dan anggapku tak ada, tapi takkan merubah perasaanku kepadamu...”. Fenomena kata ubah memang sering disisipkan dalam lirik lagu-lagu di Indonesia. Mulai dari lagu zaman dulu, sampai lagu-lagu yang ngehits sekarang ini. Kira-kira ada yang sadar tidak ya kalau kata ubah dalam lirik lagu banyak yang salah kaprah pembentukan katanya? Coba tinjau ulang, benarkah afiks meN- ditambah kata ubah menjadi merubah ? Jika ditinjau secara teliti, pembentukan kata ubah menjadi merubah tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Seharusnya, jika meN- ditambah kata ubah akan terbentuk menjadi mengubah . Jika tidak yakin perhatikan contoh lain berikut: meN- + ulas              = mengu

Kuliah atau Kuli Ah?

Oleh Anisa Prasetia Novia “Pendidikan ” kata ini mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Namun, mengapa masalah pendidikan masih saja belum terselesaikan? Apa penyebabnya? Mengapa pendidikan masih terabaikan? Bukankah tercantum jelas dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 bahwa ‘tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan’ dan tercantum pula dalam pasal 31ayat 2 bahwa ‘setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’? Lantas kinerja pemerintah yang kurang atau justru masyarakat yang tidak peduli? Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang masalah pendidikan, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu pendidikan? Secara luas pendidikan meliputi semua perbuatan dan usulan dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Dalam arti sempit pendidikan s

Komunikasi Jendela Utama

Oleh Anisa Prasetia Novia Riskan rasanya melihat Display Picture seorang teman di kontak BBM yang memberikan kesan sangat terpuruknya dunia pendidikan di Indonesia. Tertera dengan jelas di dalam DP tersebut sebuah status FB yang berbunyi seperti ini “Anak TK disodomi, anak SD dipukuli, anak SMP bikin video porno, anak SMA pelecehan seksual, mahasiswa diospek sampai mati. Asyik kan belajar di INDONESIA?”. Mengapa pendidikan di negeri ini semakin terpuruk dari masa ke masa? Apa yang salah? Mengapa karakter pendidik maupun peserta didik jauh dari ciri khas masyarakat Indonesia yang ketimuran? Dahulu masyarakat Indonesia dikenal dengan pribadi yang santun, ramah, dan senantiasa membantu orang lain dalam hal apapun. Namun, di masa sekarang karakter itu mulai luntur terkikis waktu. Bukan hal baru jika kita melihat pemberitaan miring bagi dunia pendidikan di Indonesia. Mulai dari pelecehan seksual pada anak TK di Jakarta yang marak jadi pemberitaan di media massa baru-baru ini

Acuh = Tidak Peduli?

Oleh Anisa Prasetia Novia “Kau acuh kan aku, kau diamkan aku, kau tinggalkan aku...” begitulah isi salah satu lirik lagu pop di Indonesia yang ngehits baru-baru ini. Dalam lirik tersebut, terdapat kosakata acuh . Selain dalam lirik lagu tersebut, kosa kata acuh ini pun ada dalam beberapa lirik lagu seperti: “kau boleh acuhkan diriku dan anggapku tak ada...”, atau “kau membuat ku tak berdaya, kau menolakku, acuhkan diriku.” Fenomena kata acuh memang sering disisipkan dalam lirik lagu-lagu di Indonesia. Mulai dari lagu zaman dulu, sampai lagu-lagu yang ngehits sekarang ini. Kira-kira ada yang sadar tidak ya kalau saat ini kata acuh mengalami pergeseran makna? Mengapa demikian? Karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata acuh merupakan jenis kata kerja (verba) yang berarti peduli; mengindahkan . Namun, dalam beberapa lirik lagu di Indonesia kata acuh ini bergeser maknanya menjadi tidak peduli . Coba saja teliti lebih dalam beberapa lirik lagu di atas. Tentu lirik