Contoh Makalah Apresiasi Drama Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Apresiasi
adalah kegiatan menggauli karya sastra (drama) secara sungguh-sungguh sehingga
tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran kritis dan kepekaan perasaan
yang baik terhadap karya sastra (drama) (Effendi, 2002). Di dalam mata kuliah
Apresiasi Drama Indonesia diharapkan mahasiswa dapat memahami pengertian
apresiasi dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran drama.
Pemilihan
naskah drama ini didasari oleh beberapa faktor yaitu: pertama penulis naskah
drama ini adalah Nobertus Riantiarno yang merupakan salah satu penulis naskah
drama yang direkomendasikan oleh dosen pengampu untuk diapresiasi, kedua cerita
di dalam naskah drama ini menceritakan seputar kehidupan keluarga, ketiga
naskah drama ini termasuk ke dalam bentuk naskah drama yang tidak terlalu sulit
diapresiasi dan dipertunjukkan. Dengan berbagai pertimbangan di atas penulis akhirnya
memilih naskah drama “Jam Dinding yang Berdetak“ karya Nobertus Riantiarno
sebagai media apresiasi penulis.
1.2 Tujuan
Penulisan
Sesuai
latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan tujuan penulisan sebagai
berikut:
1. Agar
penulis dan pembaca dapat mengetahui isi dari naskah drama tersebut.
2. Agar
penulis dan pembaca dapat mengambil pelajaran dari pesan moral dalam naskah drama
tersebut.
3. Agar
penulis dan pembaca mendapatkan pengalaman baru melalui kegitan apresiasi dan
pertunjukkan drama tersebut.
1.3 Manfaat
Penulisan
Sesuai
dengan tujuan penulisan di atas, penulis dapat merumuskan manfaat penulisan
sebagai berikut :
1. Memberikan
pengetahuan khususnya kepada penulis mengenai isi dari naskah drama tersebut.
2. Memberikan
pesan moral kepada pembaca maupun penulis.
3. Memberikan
pengalaman baru kepada pembaca dan penulis.
BAB II
APRESIASASI NASKAH DRAMA “JAM
DINDING YANG BERDETAK“ KARYA NOBERTUS RIANTIARNO DAN MODEL PEMBELAJARANNYA
2.1 Sinopsis Naskah
Drama
Cerita berawal dari sebuah keluarga di
sebuah kompleks orang-orang miskin dan orang-orang pensiunan. Di sana terdapat
keluarga kecil Thomas Pattiwael dan istrinya Marrie Pattiwael yang memiliki dua
orang anak yaitu Magda dan Benny. Mereka juga memiliki tetangga yang sering
dipanggil Oma, seorang tua yang cerewet dan senang bergosip.
Seluruh kejadian terjadi pagihari
sekitar jam tujuh pagi, terdengar suara ribut-ribut dari arah dapur rumah
Thomas Pattiwael, yaitu teriakan Marrie Pattiwael yang membangunkan Benny. Lalu
diselang oleh teriakan Thomas Pattiwael yang berteriak di dalam kamar. Marrie
memarahi Benny yang masih saja tidur dan juga Tom terkena makiannya juga. Magda
masuk dan melerai. Benny mandi, dan Tom muncul dari kamar dengan pakaian yang
sudah ketinggalan zaman, ia bertanya mengapa terjadi ribut-ribut. Lalu
keributan berlanjut masalah makanan dan uang. Benny muncul sesudah mandi dan
masuk ke kamar. Muncul Oma bergosip tentang kematian Rice tetangganya yang mati
bunuh diri. Setelah Oma pergi. Tom pun ikut pamit, ia pergi.
Muncul bibit permasalahan ketika Tom
pergi, karena Tom pergi ke rumah selingkuhan yang selalu di panggil ‘gentong
bir’. Di sana Marrie tersinggung oleh kata-kata Benny dan pergi. Magda dan
Benny berencana membuat kejutan untuk merayakan hari ulang tahun perkawinan
orangtua mereka yang ke-25, Benny membuat lukisan keluarga sebagai hadiah.
Mereka mengumpulkan uang untuk membeli sebotol minuman keras dengan tujuan
supaya Ayah mereka diam dirumah dan juga berencana membeli kue.
Perayaan ulang tahun perkawinan Tom dan
Marrie berjalan dengan khidmat, terdengar nyanyian selamat ulang tahun dan
dilanjutkan dengan nyanyian gereja “datanglah kemari
pengantin suci”dinyanyikan dalam koor yang kacau tapi spontan dan gembira.
Tiba-tiba Oma muncul dan bercerita tentang Christine anaknya, kemudian pergi.
Setelah perayaan, Magda dan Benny
meninggalkan Tom dan Marrie berdua saja. Mereka berharap orangtua mereka
kembali rukun seperti dulu. Setelah Magda dan Benny pergi, suasana kembali kaku
untuk beberapa saat. Tom membuka pembicaraan dengan memperlihatkan foto ia dan
Marrie ketika masih muda, Tom ingin melihat Marrie kembai mengurai rambutnya
yang panjang. Marrie menolak, dan akhirnya
mengakui bahwa rambutnya telah ia potong dan dijual untuk merayakan
ulang tahun perkawinan mereka. Pada awalnya ia berniat menjual jam dinding
antik hadiah ulang tahun perkawinan mereka yang pertama, tetapi ia tidak tega
karena jam itu satu-satunya kenangan berharga dari Tom. Tom mengalihkan
pembicaraan ia meminta Marrie untuk kembali menjadi istrinya seperti dahulu,
tetapi Marrie menolak. Tom tidak mau terus menerus membohongi dirinya sendiri,
ia membutuhkan Marrie bukan orang lain. Sudah hampir 3 tahun Tom tidak pernah
menyentuh Marrie, ia ingin malam itu Marrie melayaninya. Tetapi Marrie tetap
menolak, terjadi percekcokan yang hebat antara Tom dan Marrie. Lalu Tom
memutuskan untuk pergi kepelukan selingkuhannya.
Marrie menangis, Magda dan Benny pulang.
Melihat Marrie yang diam saja duduk di kursi goyang dengan tatapan kosong,
Magda dan Benny mengajak Marrie masuk tetapi Marrie tetap saja diam. Magda dan
Benny masuk. Tinggal Marrie di luar menunggu Tom pulang hingga jam 4 dini hari.
Tiba-tiba datang polisi yang memberitahukan bahwa mobil yang ditumpangi Tom dan
selingkuhannya kecelakaan. Dan keduanya meninggal. Dan ternyata berita itu
hanya mimpi. Jam dinding berdetak 5 kali, lampu padam.
2.2 Profil Dramawan
Norbertus Riantiarno (lahir di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni1949; umur 62 tahun), atau biasa
dipanggil Nano, adalah seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teaterIndonesia, pendiri Teater Koma (1977). Dia adalah suami dari aktris Ratna Riantiarno.
Nano telah
berteater sejak 1965, di kota
kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta.
Ia bergabung dengan Teguh Karya, salah
seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater populer pada 1968.
Pada 1 Maret1977 ia mendirikan Teater Koma, salah satu
kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini. [1] Hingga
2006, kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi.
Film layar
lebar perdana karyanya, CEMENG 2005 (The Last Primadona), 1995, diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia.
Nano sendiri menulis sebagian besar
karya panggungnya, antara lain:
|
Selain drama-drama
di atas, Teater Koma di bawah pimpinan Nano juga pernah memanggungkan
karya-karya penulis kelas dunia, antara lain;
- Woyzeck karya Georg Buchner
- The Threepenny Opera karya Bertolt Brecht
- The Good Person of Shechzwan karya Bertolt Brecht
- The Comedy of Errors karya William Shakespeare
- Romeo Juliet karya William Shakespeare
- Women in Parliament karya Aristophanes
- Animal Farm karya George Orwell
- The Crucible karya Arthur Miller
- Orang Kaya Baru dan Tartuffe atau Republik Togog karya Moliere
- The Marriage of Figaro karya Beaumarchaise
Nano banyak
menulis skenariofilm dan televisi. Karya
skenarionya, ''Jakarta Jakarta'', meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978.
Karya sinetronnya, ''Karina'' meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987.
Menulis
novel ''Cermin Merah'', ''Cermin Bening'' dan ''Cermin Cinta'', diterbitkan oleh Grasindo, 2004, 2005 dan 2006. ''Ranjang Bayi'' dan 18 Fiksi, kumpulan cerita pendek,
diterbitkan Kompas, 2005.
Roman ''Primadona'', diterbitkan Gramedia 2006.
Nano ikut
mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur
(1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai Pemimpin
Redaksi. [2] Pada tahun
2001, pensiun sebagai wartawan. Kini
berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program
pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.
Pada tahun
1975, ia berkeliling Indonesia mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi. Juga berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation pada 1987
dan 1997. Pada 1978, Nano
mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS, selama 6 bulan. Pada 1987 ia
diundang sebagai peserta pada International Word Festival, 1987 di Autralia National University, Canberra, Australia. Pada tahun
berikutnya ia diundang ke New Order Seminar, 1988, di tempat yang sama di
Australia. Dan di tahun 1996, menjadi partisipan aktif pada Session 340,
Salzburg Seminar di Austria.
Membacakan
makalah Teater Modern Indonesia di Universitas Cornell, Ithaca, AS, 1990.
Berbicara mengenai Teater Modern Indonesia di kampus-kampus universitas di
Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth, 1992. Pernah pula mengunjungi
negara-negara Skandinavia, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Afrika Utara,
Turki, Yunani, Spanyol, Jerman dan Tiongkok, 1986-1999.
Pernah
menjabat sebagai Ketua Komite TeaterDewan Kesenian Jakarta (1985-1990). Anggota Komite
Artistik Seni Pentas untuk Kias (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat),
1991-1992. Dan anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia, 2004. Juga
konseptor dari Jakarta Performing Art Market/Pastojak (Pasar Tontonan Jakarta
I), 1997, yang diselenggarakan selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian
Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Menulis dan
menyutradarai 4 pentas multi media kolosal, yaitu: ''Rama-Shinta'' 1994, ''Opera Mahabharata'' 1996, ''Opera Anoman'' 1998 dan ''Bende Ancol'' 1999.Nano pernah menghadapi
interogasi, pencekalan dan pelarangan, kecurigaan serta ancaman bom, ketika ia
akan mementaskan pertunjukannya, tapi semua itu dihadapi sebagai sebuah
dinamika perjalanan hidup. Beberapa karyanya bersama Teater Koma, batal pentas
karena masalah perizinan dengan pihak yang berwajib. Antara lain: Maaf.Maaf.Maaf.
(1978), Sampek Engtay (1989) di Medan, Sumatera Utara, Suksesi,
dan Opera Kecoa (1990), keduanya di Jakarta.
Akibat
pelarangan itu, rencana pementasan Opera Kecoa di empat kota di Jepang
(Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima), 1991, urung digelar pula karena alasan yang
serupa. Tapi Opera Kecoa, pada Juli-Agustus 1992, dipanggungkan oleh Belvoir Theatre, salah satu grup teater garda depan
di Sydney, Australia.Meraih lima hadiah sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan
Kesenian Jakarta (1972-1973-1974-1975 dan 1998). Juga merebut hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak
dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, judul Jujur Itu ...
Novelnya, Ranjang Bayi meraih hadiah Sayembara Novelet majalah ''Femina'', dan novel Percintaan Senja,
memenangkan Sayembara Novel Majalah ''Kartini''. [5] Pada 1993,
dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari
Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
Pada 1999
meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul
''Kupu-kupu Ungu'' sebagai Penulis Skenario Terpuji
1999. Forum yang sama mematok film televisi karyanya (berkisah tentang
pembauran), ''Cinta Terhalang Tembok'', sebagai
Film Miniseri Televisi Terbaik, 2002.
Pada 1993,
dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari
Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Pada 1998, menerima Penghargaan Sastra 1998
dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Dan sekaligus meraih Sea Write Award 1998 dari Raja Thailand, di Bangkok, untuk
karyanya ''Semar Gugat''. [3] Sejak 1997,
menjabat Wakil Presiden PEN Indonesia.Pada 1999, menerima Piagam Penghargaan dari Menteri Pariwisata
Seni & Budaya, sebagai Seniman dan Budayawan Berprestasi.
Karya
pentasnya Sampek Engtay, 2004, masuk MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai karya pentas yang telah
digelar selama 80 kali selama 16 tahun dan dengan 8 pemain serta 4 pemusik yang
sama.Menyutradarai Sampek Engtay di Singapura, 2001,
dengan pekerja dan para pemain dari Singapura. Salah satu pendiri Asia Art Net, AAN, 1998, sebuah organisasi seni
pertunjukan yang beranggotakan sutradara-sutradara Asia. Menjabat sebagai
artistic founder dan evaluator dari Lembaga Pendidikan Seni Pertunjukan PPAS, Practice Performing Arts School di
Singapura.
Karya-karyanya
yang dibukukan :
·
Trilogi Opera Kecoa: Bom Waktu, Opera
Kecoa, Opera Julini, (drama) - Maha Tari, Yogyakarta
·
Percintaan Senjat, novel. - Majalah Kartini
·
Cermin Merah, novel - Grasindo (2004)
·
Opera Primadona, drama - Pustaka Kartini
·
Semar Gugat, drama - Pustaka Bentang
·
Cinta Yang Serakah, drama - Pustaka Bentang
·
Opera Ikan Asin, drama - Pustaka Jaya
·
Teguh Karya dan Teater Populer - Sinar
Harapan
·
Menyentuh Teater: Tanya Jawab Seputar Teater Kita, panduan
teater bagi para pekerja seni pertunjukan - Sampurna (2003)
·
Konglomerat Burisrawa, drama -
Teater Koma
·
Sampek Engtay, drama - Pustaka Jaya
·
Suksesi, drama - Teater Koma
·
Republik Bagong, drama - Galang Press
·
Time Bomb and Cockroach Opera, drama,
diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris - Lontar
·
Opera Sembelit, drama - Balai Pustaka
·
Cermin Bening, novel – Grasindo (2005)
·
Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka, drama -
Gramedia (2005)
·
Fiksi di Ranjang Bayi, kumpulan
cerpen dan novelet - Kompas (2005)
·
Primadona, roman - Gramedia (2005)
·
Cermin Cinta, novel - Grasindo (2006)
2.3 Apresiasi drama
2.3.1
Apresiasi Tahap I
Didalam
tahap ini, penulis menggunakan prosedur pembelajaran apresiasi drama menurut
Gordon (1960-an):
1. Langkah
pertama : Informasi dan konsep awal
a. Masukan
Informasi
b. Analogi
c. Upaya
Pemfokusan kembali
2. Langkah
kedua : Penciptaan jarak dan pengembangan konsep
a. Tahap
pengembangan konsep
b. Tahap
penggunaan analogi teknik kempaan
c. Tahap
pengajuan pertanyaan tugas analogi
2.3.2
Apresiasi Tahap 2
1. Struktur
Bentuk
a. Tokoh
dan Penokohan
Adalah
pelukisan tokoh cerita baik keadaan fisiologis (Latar belakang fisik/ciri-ciri
badani) meliputi: jenis kelamin, postur tubuh, warna kulit, warna rambut,
keadaan psikologis (latar belakang kejiwaan) meliputi: temperamen, Intelegensi,
moralitas, pandangan hidup, keadaan sosiologis (latar belakang kemasyarakatan)
meliputi: adat istiadat, hobby, pendidikan, status sosial dan sebagainya.
Di dalam naskah “Jam Dinding yang Berdetak“ penokohan
atau perwatakan masing – masing tokoh antara lain sebagai berikut :
Ø Marrie
Pattiwael
Secara
Fisiologis : Seorang Perempuan
berusia sekitar 43 tahun, berwajah cantik, berambut hitam panjang namun diakhir
cerita dipotong menjadi pendek.
Secara
Sosiologis : Istri Thomas
Pattiwael, berasal dari kalangan menengah atas namun di dalam cerita sudah
jatuh miskin, berpendidikan.
Secara
Psikologis : cerewet, lemah dan
menyembunyikan kelemahannya lewat kecerewetannya, tempramental, memperlakukan
dirinya sebagai orang sakit, beragama Nasrani.
Ø Thomas
Pattiwael
Secara
Fisiologis : Seorang laki-laki
berusia sekitar 45 tahun, bertubuh gemuk.
Secara
Sosiologis : Suami dari Marrie
Pattiwael, berasal dari kalangan menengah atas namun di dalam cerita sudah
jatuh miskin, berpendidikan.
Secara
Psikologis : bernafsu tinggi,
tempramental, suami yang menginginkan istrinya kembali menjadi istri yang
sewajarnya, beragama Nasrani.
Ø Benny
Secara
Fisiologis : Seorang laki-laki
berusia sekitar 17 tahun
Secara
Sosiologis : Anak bungsu dari
Marrie dan Tom, hobby melukis, di drop out dari sekolahnya karena bertengkar
dengan gurunya, berasal dari kalangan menengah atas namun di dalam cerita sudah
jatuh miskin.
Secara
Psikologis : tempramental, keras
kepala, beragama Nasrani.
Ø Magda
Secara
Fisiologis : Seorang perempuan
berusia sekitar 20 tahun
Secara
Sosiologis : Anak sulung dari
Marrie dan Tom, bekerja di sebuah pabrik konveksi, berasal dari kalangan
menengah atas namun di dalam cerita sudah jatuh miskin, keluar sekolah untuk
membantu keuangan keluarga.
Secara
Psikologis : sabar, baik hati,
dewasa, beragama Nasrani.
Ø Oma
Secara
Fisiologis : Seorang nenek
berusia sekitar 55 tahun
Secara
Sosiologis : Tetangga dari
keluarga Thomas Pattiwael, berasal dari kalangan menengah bawah.
Secara
Psikologis : cerewet, senang
bergossip, beragama Nasrani.
Ø Polisi
Secara
Fisiologis : Seorang laki-laki
berusia sekitar 30 tahun
Secara
Sosiologis : Seorang polisi,
berasal dari kalangan menengah atas, berpendidikan.
Secara
Psikologis : berwibawa, tegas,
baik hati, beragama Nasrani.
b. Alur
Alur
adalah rangkaian peristiwa yang memandu sebuah cerita. Di dalam Naskah “Jam
Dinding yang Berdetak” adalah sebagai berikut:
Ø Tahap
Perkenalan
Cerita
berawal dari sebuah keluarga di sebuah kompleks orang-orang miskin dan orang-orang
pensiunan. Di sana terdapat keluarga kecil Thomas Pattiwael dan istrinya Marrie
Pattiwael yang memiliki dua orang anak yaitu Magda dan Benny. Mereka juga
memiliki tetangga yang sering dipanggil Oma, seorang tua yang cerewet dan
senang bergosip.
Seluruh
kejadian terjadi pagihari sekitar jam tujuh pagi, terdengar suara ribut-ribut
dari arah dapur rumah Thomas Pattiwael, yaitu teriakan Marrie Pattiwael yang
membangunkan Benny. Lalu diselang oleh teriakan Thomas Pattiwael yang berteriak
di dalam kamar. Marrie memarahi Benny yang masih saja tidur dan juga Tom
terkena makiannya juga. Magda masuk dan melerai. Benny mandi, dan Tom muncul
dari kamar dengan pakaian yang sudah ketinggalan zaman, ia bertanya mengapa
terjadi ribut-ribut. Lalu keributan berlanjut masalah makanan dan uang. Benny
muncul sesudah mandi dan masuk ke kamar. Muncul Oma bergosip tentang kematian
Rice tetangganya yang mati bunuh diri. Setelah Oma pergi. Tom pun ikut pamit,
ia pergi.
Ø Awal
Konflik
Muncul
bibit permasalahan ketika Tom pergi, karena Tom pergi ke rumah selingkuhan yang
selalu di panggil ‘gentong bir’. Di sana Marrie tersinggung oleh kata-kata
Benny dan pergi. Magda dan Benny berencana membuat kejutan untuk merayakan hari
ulang tahun perkawinan orangtua mereka yang ke-25, Benny membuat lukisan
keluarga sebagai hadiah. Mereka mengumpulkan uang untuk membeli sebotol minuman
keras dengan tujuan supaya Ayah mereka diam dirumah dan juga berencana membeli
kue.
Perayaan
ulang tahun perkawinan Tom dan Marrie berjalan dengan khidmat, terdengar
nyanyian selamat ulang tahun dan dilanjutkan dengan nyanyian gereja “datanglah kemari pengantin suci” dinyanyikan
dalam koor yang kacau tapi spontan dan gembira. Tiba-tiba Oma muncul dan
bercerita tentang Christine anaknya, kemudian pergi.
Ø Konflik
Memuncak
Setelah
perayaan, Magda dan Benny meninggalkan Tom dan Marrie berdua saja. Mereka
berharap orangtua mereka kembali rukun seperti dulu. Setelah Magda dan Benny
pergi, suasana kembali kaku untuk beberapa saat. Tom membuka pembicaraan dengan
memperlihatkan foto ia dan Marrie ketika masih muda, Tom ingin melihat Marrie
kembai mengurai rambutnya yang panjang. Marrie menolak, dan akhirnya mengakui bahwa rambutnya telah ia potong dan
dijual untuk merayakan ulang tahun perkawinan mereka. Pada awalnya ia berniat
menjual jam dinding antik hadiah ulang tahun perkawinan mereka yang pertama,
tetapi ia tidak tega karena jam itu satu-satunya kenangan berharga dari Tom.
Tom mengalihkan pembicaraan ia meminta Marrie untuk kembali menjadi istrinya
seperti dahulu, tetapi Marrie menolak. Tom tidak mau terus menerus membohongi
dirinya sendiri, ia membutuhkan Marrie bukan orang lain. Sudah hampir 3 tahun
Tom tidak pernah menyentuh Marrie, ia ingin malam itu Marrie melayaninya. Tetapi
Marrie tetap menolak, terjadi percekcokan yang hebat antara Tom dan Marrie.
Lalu Tom memutuskan untuk pergi kepelukan selingkuhannya.
Ø Konflik
Menurun
Marrie menangis,
Magda dan Benny pulang. Melihat Marrie yang diam saja duduk di kursi goyang
dengan tatapan kosong, Magda dan Benny mengajak Marrie masuk tetapi Marrie
tetap saja diam. Magda dan Benny masuk. Tinggal Marrie di luar menunggu Tom
pulang hingga jam 4 dini hari.
Ø Konflik
Selesai/Penutup Cerita
Tiba-tiba datang polisi
yang memberitahukan bahwa mobil yang ditumpangi Tom dan selingkuhannya
kecelakaan. Dan keduanya meninggal. Dan ternyata berita itu hanya mimpi. Jam
dinding berdetak 5 kali, lampu padam.
c. Latar
dan Setting
Pertanyaan untuk setting atau latar cerita adalah kapan dan dimana persitiwa terjadi. Pertanyaan tidak sertamerta dijawab secara global tetapi harus lebih mendetil untuk mengetahui secara pasti waktu dan tempat kejadiannya. Analisis setting lakon ini merupakan suatu usaha untuk menjawab sebuah pertanyaan apakah peristiwa terjadi di luar ruang atau di dalam ruang? Apakah terjadi pada waktu malam, pagi hari, atau sore hari? Jika terjadi dalam ruang lalu di mana letak ruang itu, di dalam gedung atau di dalam rumah? Jam berapa kira-kira terjadi? Tanggal,
bulan, dan tahun berapa? Apakah waktu kejadiannya berkaitan dengan waktu kejadian peristiwa di adegan lain, atau sudah lain hari? Pertanyaan-pertanyaan seputar waktu dan tempat kejadian iniakan memberikan gambaran peristiwa lakon yang komplit
(David Groote, 1997).
Di dalam Naskah “Jam
Dinding yang Berdetak” latar dan setting adalah sebagai berikut:
Seluruh kejadian ini terjadi
di salah satu rumah yang terletak di kompleks orang-orang miskin dan orang–orang pensiunan. Rumah dibagi jadi tiga bagian tapi bersambungan satu sama
lain/simultan set.
Pertama-tama
Kita melihat halaman depan,
ada pohon pisang beberapa batang. Satu pohon jambu dan satu pohon kersen, di muka rumah ada lentera tergantung persis di atas kursi goyang dekat jendela kayu.
Kedua ruang tengah
Terdapat sebuah
sofa reot, permadani butut, dua buah kursi rotan. Sebuah lemari pecah belah
di sudut ruang dekat pintu. Bergordin korduray hijau lumut,
sebuah lobang pintu tak berdaun pintu dari sebuah kamar tidur yang pasti sempit, sebuah jam dinding terpaku di antara
sofa megah diantara potret–potret tua,
kelihatan jam itu sangat antik. Keadaan kamar itu betul-betul berantakan.
Bagian ketiga
Rak piring besi
yang catnya sudah mulai luntur dan karatan. Ember berbaur dengan alat–alat lukis,
cat-cat, tube-tube kosong figura-figura kanvas setengah berlukis dan lukisan-lukisan bertumpuk
di satu sudut. Kita melihat dapur sama berantakannya dengan ruang tengah.
Pada saat lampu
fade in
kita melihat seseorang berkerudung selimut tidur
di bawah sofa. Bergelung dan mendengkur,
dari sebelah dapur kita mendengar ribut-ribut, hari baru pukul tujuh pagi.
Matahari belum begitu panas.
d. Perlengkapan
Adalah
barang-barang atau benda yang diperlukan atau dibutuhkan di dalam sebuah
pementasan drama. Perlengkapan dibagi menjadi dua yaitu perlengkapan realis dan
metaforis. Di dalam Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” perlengkapan realis
yakni sebagai berikut:
ü Properti
yang diperlukan di dalam pementasan Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” adalah
sebagai berikut:
Ø Marrie
- Baki
- Setrika
- Keranjang
cucian
- Pakaian-pakaian
yang akan disetrika
- Topi
Ø Thomas
Pattiwael
- Dasi
- Kaos
Kaki
- Sepatu
- Botol
minuman keras
- Makanan
- Kue
dan 25 lilin
- Potret
lusuh
- Jas
Ø Benny
- Selimut
- Lukisan
yang diselubungi oleh kain
- buku
Ø Magda
- Handuk
- Sisir
- Alat-alat
menjahit
Ø Oma
- Taplak
meja berenda
Ø Polisi
- KTP
berlumuran darah
- Saputangan
putih
ü Kostum
yang diperlukan dalam pementasan Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” adalah
sebagai berikut:
Ø Marrie
- Daster/Baju
ibu-ibu (adegan 1)
- Kemeja,
rok hitam (adegan 2)
Ø Thomas
- Kemeja
lecek, celana bahan/katun, dasi, sabuk, kaos kaki, sepatu (adegan 1)
- Kemeja,
celana bahan/katun, sabuk, jas, kaos kaki, sepatu (adegan 2)
Ø Benny
- Kaos,
celana tidur (adegan 1 sebelum mandi)
- Kaos,
celana jeans, kaos kaki, sepatu cats (adegan 1 sesudah mandi)
- Kaos,
celana jeans, kaos kaki, sepatu cats (adegan 2)
Ø Magda
- Kemeja
putih, rok, tas, kaos kaki, sepatu (adegan 1)
- Kemeja,
rok, kaos kaki, sepatu (adegan 2)
Ø Oma
- Baju
ibu-ibu, rok, sandal/sepatu (adegan 1)
- Baju
ibu-ibu, rok, sandal/sepatu (adegan 2)
Ø Polisi
- Jaket
kulit hitam, celana bahan/katun hitam, sabuk, sepatu kulit hitam, kaos kaki
hitam (adegan 2)
2. Struktur
Stilistika
Gaya bahasa di dalam
Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” menggunakan bahasa sehari-hari, tidak
terlalu formal dan tidak terlalu informal. Dan dalam tata cara pemanggilan
terhadap orang lain menggunakan kata ‘kau’ bukan kata ‘kamu’.
2.3.3 Apresiasi
Tahap 3
1. Tema
Tema ada yang menyebutnya sebagai premis, root
idea, thought, aim, central idea, goal, driving force dan sebagainya. Tema
adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh pengarang atau penulis melalui
karangannya (Gorys Keraf, 1994). Adhy Asmara (1983) menyebut tema sebagai
premis yaitu rumusan intisari cerita sebagai landasan ideal dalam menentukan
arah tujuan cerita. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa tema adalah
ide dasar, gagasan atau pesan yang ada dalam naskah lakon dan ini menentukan
arah jalannya cerita.
Tema di dalam Naskah “Jam Dinding yang
Berdetak” adalah kehidupan sosial yang mengangkat kisah sebuah keluarga di
kompleks orang-orang miskin dan pensiunan, dimana masalah timbul akibat dari
kemiskinan yang membuat sepasang suami istri menjadi renggang karena suatu
penyakit. Sang suami melampiaskan nafsu seksnya kepada perempuan lain karena
sang istri tidak bersedia melayaninya sudah hampir 3 tahun. Masalah terjadi
ketika hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke 25 tahun.
2. Tipe
Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” merupakan
tipe drama sosial, karena menceritakan kehidupan sosial sebuah keluarga di
kompleks orang-orang miskin dan pensiunan.
3. Nilai
Nilai
yang terkandung di dalam Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” adalah nilai
sastra, dan nilai sosial. Mengandung nilai sastra dan sosial karena konflik
yang di munculkan sangat indah dan sesuai dengan kehidupan sosial yang terjadi di
dalam masyarakat sesungguhnya.
4. Fungsi
Di
dalam Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” terkandung beberapa fungsi yaitu
fungsi eksperensial, fungsi informatif, fungsi penyadaran, dan fungsi
rekreatif.
Fungsi
eksperensial : memberikan
pengalaman-pengalaman berharga kepada pembaca/penonton tentang bagaimana
kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya terjadi di dalam masyarakat.
Fungsi
informatif : memberikan informasi
kepada pembaca/penonton tentang bagaimana kehidupan rumah tangga yang
sesungguhnya terjadi di dalam masyarakat, bagaimana susahnya hidup karena
kemiskinan.
Fungsi
penyadaran : memberikan penyadaran
kepada pembaca/penonton bahwa kemiskinan ada dimana-mana, dan kemiskinan
merusak segala-galanya. Bahkan merusak kebahagiaan hidup berumah tangga.
Fungsi
rekreatif : memberikan hiburan
kepada pembaca/penonton dengan penyajian cerita yang indah, menarik, dan mudah
dipahami.
2.4 Langkah-langkah
Pembelajaran Drama “ Jam Dinding yang Berdetak “ karya Nobertus Riantiarno
Di
dalam tahap ini, penulis menggunakan prosedur pembelajaran apresiasi drama
menurut Gordon (1960-an):
1. Langkah
pertama : Informasi dan konsep awal
a. Masukan
Informasi
Pada tahap ini, guru
akan memberikan informasi tentang siapa Dramawan yang menulis Naskah “Jam
Dinding yang Berdetak”, ia akan memberikan informasi sedetail mungkin agar
siswa mengetahui dan membangkitkan rasa ingin tahunya lebih lanjut tentang
Naskah tersebut. Selain itu, di sini guru juga menceritakan sinopsis dari
Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” agar siswa mengetahui isi cerita dari Naskah
tersebut.
b. Analogi
Pada tahap ini, guru
mengandaikan siswa menjadi tokoh-tokoh yang ada di dalam Naskah “Jam Dinding
yang Berdetak”, guru bertanya kepada siswa bagaimana perasaan siswa apabila ia
menjadi tokoh tersebut.
c. Upaya
Pemfokusan kembali
Setelah guru memasukan
informasi dan menganalogikan siswa menjadi tokoh, pada tahap ini guru berupaya
memfokuskan kembali siswa agar tidak terbawa lebih jauh oleh imajinasi mereka
tentang tokoh.
2. Langkah
kedua : Penciptaan jarak dan pengembangan konsep
a. Tahap
pengembangan konsep
Pada tahap ini guru
mengaitkan isi dari Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” dengan kenyataan yang
ada di kehidupan masyarakat, bagaimana nilai yang terkadung di dalam Naskah
tersebut, apa amanat di dalam Naskah tersebut, dan lain sebagainya.
b. Tahap
penggunaan analogi teknik kempaan
Pada tahap ini guru
mengaitkan isi dari Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” dengan pengandaian
bagaimana kalau siswa memiliki keluarga atau tetangga seperti yang ada dalam
isi Naskah tersebut.
c. Tahap
pengajuan pertanyaan tugas analogi
Pada tahap ini guru
mengajukan pertanyaan tentang bagaimana cara mengatasi permasalahan yang
terjadi di dalam Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” apabila siswa memiliki
keluarga atau tetangga seperti yang ada dalam isi Naskah tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sesuai dengan isi dari makalah di atas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” karya
Nobertus Riantiarno. Apresiasi Tahap I, di dalam tahap ini penulis menggunakan
prosedur pembelajaran apresiasi drama menurut Gordon (1960-an). Apresiasi Tahap
2 yaitu struktur bentuk (tokoh dan penokohan, alur, latar dan setting, perlengkapan),
dan struktur stilistika (gaya bahasa). Apresiasi Tahap 3 yaitu meliputi tema, tipe, nilai, dan fungsi. Langkah-langkah
Pembelajaran Drama “ Jam Dinding yang Berdetak “ karya Nobertus Riantiarno penulis
menggunakan prosedur pembelajaran apresiasi drama menurut Gordon (1960-an),
yaitu langkah pertama: Informasi dan konsep awal (masukan informasi, analogi, upaya
pemfokusan kembali) Langkah kedua: Penciptaan jarak dan pengembangan konsep (tahap
pengembangan konsep, tahap penggunaan analogi teknik kempaan, tahap pengajuan
pertanyaan tugas analogi).
DAFTAR
PUSTAKA
Riantiarno, Nobertus. – . “Jam Dinding yang Berdetak”. http://leebirkin.blogspot.com/
(13 Februari 2012)
Santosa, Eko dkk. 2008. Seni Teater Jilid 1 untuk SMK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Santosa, Eko dkk. 2008. Seni Teater Jilid 2 untuk SMK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Komentar
Posting Komentar