BAHASA INDONESIA YANG TERKONTAMINASI BAHASA ALAY
Dewasa ini kita sering mendengar remaja lebih akrab
menggunakan bahasa gaul dari pada bahasa indonesia yang baik dan benar. Misalnya “Ga..
banget deh..” “najong loe..” “gue loe.. end..” “gahool..” dan lain
sebagainya. Atau dengan mewabahnya fenomena bahasa Syahrini seperti “alhamdulillah ya..” “sesuatu..”
“subhanallah ya..” bahasa seperti sering kita jumpai hampir diberbagai
tempat, baik di Sekolah maupun Universitas. Tanpa disadari hal ini dapat mengakibatkan
tersisihnya bahasa indonesia oleh bahasa gaul yang notabene lebih sering
dipergunakan oleh bangsa kita terutama oleh kalangan remaja.
Apabila ditinjau seluk beluk mengapa remaja lebih senang
menggunakan bahasa gaul atau sekarang lebih populer dengan sebutan bahasa alay, hal ini disebabkan karena persepsi
mereka terhadap bahasa indonesia yang dianggap sebagai bahasa kuno, terlalu
formal, udik, kampungan, dan norak. Sementara apabila mereka menggunakan bahasa
alay mereka beranggapan menjadi orang
keren, up to date, gaul, tidak norak
dan tidak kampungan. Padahal bahasa indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa
seperti tercantum dalam “Sumpah Pemuda” 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda
yang diadakan di Waltervreden yang berbunyi:
Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia
Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Kami
Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Dari teks Sumpah Pemuda diatas kita dapat mengetahui
bahwa bahasa Indonesia merupakan Bahasa pemersatu bangsa yang harus
dilestarikan dan dibudidayakan. Apabila masyarakatnya sendiri sudah tidak
memperdulikan bahasa persatuannya maka akan hancurlah bangsa Indonesia karena
Bahasa merupakan Identitas suatu bangsa.
Oleh karena itu perlu adanya kesadaran setiap individu
akan pentingnya bahasa indonesia, bahasa yang mencerminkan indentitas kita,
sebagai Bangsa Indonesia. Jangan sampai bahasa kita hancur dan tersisihkan oleh
perkembangan jaman.
Oleh Anisa Prasetia
Novia
Dik 1B
Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni
Universitas
Pendidikan Indonesia
Bandung, 11
oktober 2011
Komentar
Posting Komentar