Essai Pergelaran Sastra 2012


PERGELARAN SASTRA 2012
Oleh Anisa Prasetia Novia
NIM 1103944
Dik B 2011
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia menggelar sebuah Pergelaran Sastra 2012 dengan tema ‘Menggali Kreatifitas Melalui Alih Wahana Cerita Pendek’ yang digelar selama lima hari dari tanggal 7-11 mei 2012. Adapun pergelaran tersebut dipentaskan oleh kelas Nondik A dan B 2011, dan kelas Dik A, Dik B, dan Dik C 2010. Judul dari setiap pergelaran yaitu: 1) Delapan Terdakwa karya Joni Ariadinata, 2) Mawar di Tiang Gantungan karya Agus Noor, 3) Suap karya Putu Wijaya, 4) Patung karya Seno Gumira Adjidarma, dan 5) Warna Ungu karya Ratna Indraswari Ibrahim. Kita hanya akan membahas dua pergelaran yang sudah dipergelarkan yaitu “Mawar di Tiang Gantungan” karya Agus Noor yang dipergelarkan oleh kelas Dik C 2010, dan “Patung” karya Seno Gumira Adjidarma yang dipergelarkan oleh kelas Nondik A 2011.
Pergelaran Sastra “Mawar di Tiang Gantungan” karya Agus Noor dipergelarkan pada hari selasa tanggal 8 Mei 2012, sedangkan Pergelaran Sastra “Patung” karya Seno Gumira Adjidarma dipergelarkan pada hari kamis tanggal 10 Mei 2012. Keduanya dipergelarkan di Gedung Auditorium A (Hall A) lantai empat Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia pukul 14.00 WIB s/d selesai.
Pergelaran Sastra “Mawar di Tiang Gantungan” disutradarai oleh Tono Viono, Dosen Pembimbing Ibu Halimah, M.Pd. Aktor yang berperan dalam Pergelaran Sastra “Mawar di Tiang Gantungan” adalah Yonanda Virgania Putri berperan sebagai Mawar (perempuan tunasusila), Siti Nurhijriyanti berperan sebagai Nenek buta (saksi kehidupan Mawar), Ahmad Fauzi berperan sebagai Lelaki Misterius, Apriyuda berperan sebagai Pelanggan, Laspriyanti berperan sebagai Mucikari, Quina Paramadina Rachmasari berperan sebagai Pelacur Imoy, Diniek Wahuni berperan sebagai Pelacur Deborah, Wulandari Agisna berperan sebagai Pelacur Rose (Rosimah), Fadlul, Ircham, dan Miftah berperan sebagai Petugas, Nurika Oktaviani berperan sebagai Hakim, Rizki berperan sebagai Jaksa, Puspita dan Fauzi Rachman berperan sebagai Orang Cafe, Irna, Sarah dan Mutia berperan sebagai Orang Pasar.
Pergelaran Sastra “Mawar di Tiang Gantungan” merupakan Pergelaran Drama yang mengangkat kisah seorang perempuan Tunasusila bernama Mawar yang semasa hidupnya mengalami berbagai cobaan dan berakhir menyedihkan karena ia meninggal di tiang gantungan akibat dari vonis hukuman gantung yang ia terima. Di panggung pertama-tama muncul seorang nenek buta menceritakan apa yang ia saksikan dengan penglihatannya, namun semua orang tidak percaya karena ia buta. Kemudian ia berjalan dan sampai disebuah tempat remang-remang, ada seorang mucikari dan beberapa pelacur sedang berbincang-bincang seraya menjajakan dirinya. Lalu tak berapa lama ia melihat sosok Mawar salah satu pelacur di tempat remang-remang itu. Tetapi Mawar lebih banyak diam karena ia tidak suka terlalu banyak bicara. Ia menghampirinya dan mengajak Mawar berbincang-bincang. Mawar bertanya mengapa nenek buta itu menjadi buta, lalu nenek itu menceritakan bahwa ia memang tidak ingin memiliki mata. Mawar hanya tertawa. Sejak saat itu, nenek buta sering menemani Mawar apabila Mawar sendirian di tempat remang-remang itu. Pada hari berikutnya, masih di tempat remang-remang milik sang mucikari, muncul seorang pelanggan yang meminta kepada mucikari seorang pelacur untuk melayaninya. Sang mucikari menawarkan beberapa pelacur, mulai dari pelacur Imoy yang sangat centil dan manja, pelacur Deborah yang sikapnya hampir sama dengan Imoy namun sedikit binal, pelacur Rose yang norak dan kampungan dan sebenarnya bernama lengkap Rosimah, kemudian yang terakhir ia menawarkan Mawar yang dingin dan pendiam. Pelanggan tersebut memilih Mawar. Ketika pukul tiga dini hari, tiba-tiba muncul petugas keamanan dan berusaha menangkap pelacur-pelacur di tempat remang-remang itu. Hal itu sontak membuat para pelacur kocar-kacir. Begitupun dengan Mawar, ia berusaha kabur namun para petugas berhasil menangkapnya. Ia dibawa dan disekap di gudang. Lalu petugas yang dalam keadaan mabuk itu, memperkosa Mawar secara bergiliran. Sang nenek buta dapat melihat kejadian itu dengan jelas dalam penglihatannya yang buta. Ia berusaha menyelamatkan Mawar namun seorang petugas memukulnya. Mawar yang sangat marah akhirnya memukul salah satu petugas dengan lonjoran besi, lalu kabur bersama dengan nenek buta itu. Akibat kejadian itu, sang petugas meninggal. Dua petugas yang masih hidup berusaha menutup-nutupi pemerkosaan itu dengan pembunuhan kawannya. Dan dipersidangan dua petugas itu menuduh Mawar telah membunuh salah satu pelanggannya, bahkan dua petugas itu dapat mengembangkan bukti bahwa Mawar adalah psikopat yang selama ini dicari oleh polisi yang membunuh dan memutilasi delapan korbannya. Nenek buta itu bersaksi dan mengatakan bahwa semua yang dikatakan dua petugas itu bohong, namun semua yang hadir dalam persidangan itu tidak mempercayainya, mana mungkin mereka percaya pada saksi mata yang buta. Akibat dari tuduhan itu, Mawar divonis hukuman gantung. Mawar dihukum gantung. Keesokan harinya semua gempar karena mayat Mawar hilang di tiang gantungan. Di pasar, di kafe, orang-orang ramai membicarakan. Nenek buta itu kembali menceritakan apa yang telah ia saksikan. Setelah Mawar di gantung, ia sendirian di alun-alun itu, memandangi tubuh Mawar yang tergantung.  Tiba-tiba ia melihat seseorang muncul dari ketiadaan. Ia berjalan mendekati tiang gantungan. Ia melihat sosok itu bersimpuh di bawah tiang gantungan, kemudian menurunkannya. Laki-laki itu membawa mayat itu pergi. Seperti pengantin membopong mempelainya. Ia menceritakan ini pada semua orang, tapi semua orang menuduhnya pendusta.
Sedangkan Pergelaran Sastra “Patung” disutradarai oleh Fuad Djauharudin, dengan Dosen Pembimbing Bapak Rudi Adi Nugroho. Aktor yang berperan dalam Pergelaran Sastra “Patung” adalah M.Hilmie Azizi berperan sebagai Patung (laki-laki yang dengan setia menunggu kekasihnya selama 200 tahun sehingga ia menjadi Patung), Putri Nurul Amalia berperan sebagai Nenek (orang yang mengisahkan tentang Patung itu kepada cucunya), Indrawan Dwisetya berperan sebagai Laki-laki 1 (bayangan Patung ketika ia ditinggalkan dan menanti kekasihnya), Renna Badrya berperan sebagai Cucu dari Nenek/Wanita 1, Bendhawer Pasaribu berperan sebagai Laki-laki 2 (kekasih dari cucu nenek/wanita 1), M.Bunga Pauliana berperan sebagai Wanita 2 (kekasih dari laki-laki 1), Adeliany Azfar berperan sebagai orang-orang, Vinisa Febri berperan sebagai orang-orang, Samsul Ulum berperan sebagai Pohon, Agus Wijiyanto berperan sebagai Akar, Akbar Aria berperan sebagai Akar, Vierda Lisvianty berperan sebagai Orang desa, Kania Dewi berperan sebagai Orang Desa, Raydinda Nacita R. berperan sebagai Orang kota, dan Nurlaila berperan sebagai Orang kota.
Pergelaran Sastra “Patung” berkisah tentang seorang pemuda yang sangat mencintai kekasihnya, ia ditinggal pergi oleh kekasihnya untuk membunuh iblis. Ia menanti kekasihnya setiap hari seraya menatap senja. Penantiannya sudah berlangsung selama 200 tahun, ia menanti sampai ia mati, namun bukannya mati malah kini ia menjadi patung. Pada suatu hari muncul seorang nenek yang menceritakan tentang patung itu kepada cucunya. Nenek itu mencibir dan mencemoohkannya, berbeda dengan sang cucu yang justru kagum dan takjub pada kesetiaan patung itu. Setelah lama berbincang-bincang nenek dan cucu itu pergi. Patung itu kemudian membayangkan masa 200 tahun yang lalu ketika ia ditinggalkan oleh kekasihnya untuk membunuh iblis. Ia berjanji akan setia menunggu kekasihnya itu. Setiap hari ia menanti dari senja ke senja, orang-orang desa yang lewat menuju ke sawah selalu bertanya dengan santun dan menyimpan ketawanya sampai di kejauhan, meskipun ia selalu bisa mendengarnya. Lama-lama ia terbiasa.Dan lama-lama orang-orang desa pun tidak bertanya-tanya lagi. Semua orang tahu kenapa ia berdiri di pertigaan itu, menatap terus menerus ke arah cakarawala dimana matahari senja selalu tenggelam di utara dua gunung itu. Kemudian tumbuh pohon beringin di pertigaan itu. Akarnya membelit-belit badan lelaki itu. ia tidak bisa berkutik karena telah menjadi patung.  Sudah dua ratus tahun ia menatap ke barat, menatap senja demi senja. Banyak orang yang lalu lalang di sekitar pohon itu bertanya-tanya tentang cerita patung itu yang sebenarnya manusia dan berubah menjadi patung. Dunia telah berubah semakin maju, muncul berbagai bangunan di desa tempat patung itu tinggal. Sambil menunggu kereta api orang-orang suka melewatkan waktu memandang patung itu. Ada sebagian yang berfoto-foto dengan latar belakang patung itu. Suatu ketika patung itu melihat gadis manis yang datang bersama neneknya waktu itu, tapi kali ini ia datang bersama seorang lelaki yang nampaknya juga akan berpergian naik kereta api. Lelaki itu berpamit kepada gadis itu untuk membunuh iblis, ia meminta agar gadis itu setia menunggunya seperti patung itu. Gadis itu mengiyakan dan mereka pun berpelukan. Lantas lelaki itu pergi, gadis itu melambai-lambaikan tangan. Esoknya gadis itu datang lagi. Duduk dibangku yang ada dihadapan patung itu, sebentar-sebentar dia melihat jam tangannya. Patung itu tahu, gadis itu akan terus menunggu di bangku itu, sampai jadi patung.
Terdapat beberapa perbedaan antara cerpen dan pergelaran “Mawar di Tiang Gantungan” karya Agus Noor dan “Patung” karya Seno Gumira Adjidarma, namun secara keseluruhan cerita tersampaikan dengan baik dan tersusun secara sistematis sehingga apresiator/ penonton dapat menangkap isi cerita dengan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi 'Kesabaran' Karya Chairil Anwar

Esai Kajian Struktural terhadap Puisi 'Jembatan' karya Sutardji Calzoum Bachri

Analisis Novel "Midah Simanis Bergigi Emas" Karya Pramoedya Ananta Toer