Perbandingan Cerpen dan Pergelaran
APRESIASI DRAMA ALIH WAHANA CERPEN
“Mawar di Tiang Gantungan”
Karya Agus Noor
Agus
Noor adalah salah satu cerpenis Indonesia, salah satu karya terbaiknya yakni
cerpen “Mawar di Tiang Gantungan”. Pada kegiatan Pergelaran Sastra 2012 dengan
tema ‘Menggali Kreatifitas Melalui Alih Wahana Cerita Pendek’ yang digelar
selama lima hari dari tanggal 7-11 mei 2012 di Gedung Auditorium A (Hall A) lantai empat Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia pukul 14.00 WIB s/d selesai,
kelas Dik C 2010 memilih cerpen “Mawar di Tiang Gantungan” sebagai alih wahana
cerpen menjadi sebuah pergelaran yang dipertunjukan di atas pentas.
Analisis
perbandingan cerpen dan pertunjukan adalah sebagai berikut:
a. Alur
Di
dalam cerpen maupun pergelaran yang dipertunjukan “Mawar di Tiang Gantungan”
karya Agus Noor memiliki Alur Pedih (The Pathetic Plot) yaitu alur yang menceritakan pelaku utama (cantik, ganteng), tapi lemah, mendapat
musibah berangkai. Tidak pantas mendapat kemalangan. Cerita berakhir dengan
kepedihan menimbulkan rasa kasihan pembaca.
(Ducrot &Todorov,
1981:298; Tarigan, 1982:185)
Alur
di dalam cerpen yaitu berkisah tentang seorang nenek buta yang menceritakan apa
yang telah ia saksikan dengan penglihatannya, namun orang-orang tidak mau
percaya karena ia buta. Ia selalu melihat Mawar, seorang perempuan tunasusila berusia
28 tahun. Mawar dilahirkan jam 9 pagi ketika hujan turun lebat. Ibunya gila
karena guna-guna istri muda simpanan suaminya. Mawar memiliki dua anak yang
sakit-sakitan di kontrakannya, suaminya minggat. Nenek buta itu selalu melihat
Mawar dan mengajaknya berbincang-bincang. Mawar adalah seorang perempuan yang
tak terlalu suka berbicara. Ia lebih banyak diam dan menyendiri. Berbeda dengan
para pelacur lain yang berkeliaran dan genit ketika laki-laki muncul. Nenek
buta itu menceritakan kepada Mawar bahwa ia buta karena ia tidak ingin memiliki
mata. Ketika ia lahir, ibunya membuangnya di tong sampah dan ditemukan oleh
pemulung lalu dijual kepada seseorang yang menampung para pengemis. Sejak itu nenek
buta sering menemaninya. Mawar suka setiap nenek buta itu menceritakan yang ia lihat.
Lalu nenek buta itu mengatakan apa yang bakal menimpa Mawar. Mawar memang tak
menuduhnya berdusta, tapi tak percaya. Nenek buta itu bercerita kala itu lepas
3 dini hari. Ia melihat sebagian pelacur telah pergi. Ia melihat Mawar berteduh
di trotoar. Ia melihat beberapa pelacur bergegas menyingkir. Mobil patroli yang
mendadak muncul membuat semuanya kocar-kacir. Ia melihat Mawar pun hendak lari.
Tetapi para petugas sudah mengepungnya. Nenek buta itu bisa melihat lelehan
sisa arak di mulut petugas-petugas itu. Ia berteriak dan berusaha menolong
Mawar. Namun seseorang memukulnya. Ia menyaksikan Mawar diseret dan terus
meronta. Mawar dibawa pergi dan disekap di gudang. Mawar diperkosa secara
bergiliran. Lalu Mawar mendadak
bangkit menyerang. Mawar menghantam
kepala seorang pemerkosanya dengan lonjoran besi. Mawar mengamuk. Dihujamkannya
berkali-kali besi itu ke tubuh yang terkapar. Begitulah kejadiannya. Ia
menceritakan apa yang ia saksikan, tetapi semua orang tidak percaya pada saksi
mata yang buta. Padahal bukan ia yang dusta, tapi para petugas itu. Peristiwa
pemerkosaan itu mereka tutup-tutupi dengan pembunuhan itu. Mereka bilang mereka
tengah patroli. Mawar mereka bawa dan nasehati baik-baik ketika mendadak ia
mengamuk karena Mwar mabuk berat. Di tasnya ada beberapa butir pil dan pisau
lipat yang sengaja ditaruh petugas untuk menjebaknya. Dan katanya Mawar baru
saja membunuh seorang pelanggan yang tak membayarnya. Bahkan petugas bisa
mengembangkan bukti, ternyata dialah psikopat yang selama ini mereka cari. Ia
pembunuh yang telah memotong-motong delapan korbannya. Pelacur dan pembunuh.
Itu alasan yang cukup untuk menyeretnya ke tiang gantungan. Masyarakat hanya
diam ketika Mawar diarak ke alun-alun kota, dicambuk dan dirajam, kemudian
digantung sebagai tontonan. Keesokan harinya masyarakat gempar. Mayat itu
lenyap dari tiang gantungan. Di pasar. Di kantor. Di ruang tunggu rumah sakit.
Di warung dan kafe. Di pangkalan ojek. Di seluruh kota. Orang-orang ramai
membicarakan. Nenek buta itu kembali menceritakan apa yang telah ia saksikan. Setelah mayat itu digantung, masyarakat pun
bubar. Hari itu hari Natal. Hujan turun. Ia sendirian di alun-alun itu,
memandangi tubuh Mawar yang tergantung. Ketika di gereja masyarakat memadahkan kidung
agung Natal penuh suka cita, tiba-tiba ia melihat seseorang muncul dari
ketiadaan. Ia berjalan mendekati tiang gantungan. Ia melihat sosok itu
bersimpuh di bawah tiang gantungan, dan mencium lembut kaki mayat yang
tergantung itu, kemudian menurunkannya. Saat itu nenek buta itu melihat ribuan
mawar mengapung di udara menyerbakkan harum yang megah. Ia mendengar masyarakat
masih menyanyikan doa-doa dan pujian di gereja ketika laki-laki itu membawa
mayat itu pergi. Seperti pengantin membopong mempelainya. Ia
menceritakan ini pada semua orang, tapi semua orang menuduhnya pendusta.
Alur
pergelaran berkisah tentang seorang nenek buta yang menceritakan apa yang ia
saksikan dengan penglihatannya, namun semua orang tidak percaya karena ia buta.
Kemudian ia berjalan dan sampai disebuah tempat remang-remang, ada seorang
mucikari dan beberapa pelacur sedang berbincang-bincang seraya menjajakan
dirinya. Lalu tak berapa lama ia melihat sosok Mawar salah satu pelacur di
tempat remang-remang itu. Tetapi Mawar lebih banyak diam karena ia tidak suka
terlalu banyak bicara. Ia menghampirinya dan mengajak Mawar berbincang-bincang.
Mawar bertanya mengapa nenek buta itu menjadi buta, lalu nenek itu menceritakan
bahwa ia memang tidak ingin memiliki mata. Mawar hanya tertawa. Sejak saat itu,
nenek buta sering menemani Mawar apabila Mawar sendirian di tempat
remang-remang itu. Pada hari berikutnya, masih di tempat remang-remang milik
sang mucikari, muncul seorang pelanggan yang meminta kepada mucikari seorang
pelacur untuk melayaninya. Sang mucikari menawarkan beberapa pelacur, mulai
dari pelacur Imoy yang sangat centil dan manja, pelacur Deborah yang sikapnya
hampir sama dengan Imoy namun sedikit binal, pelacur Rose yang norak dan
kampungan dan sebenarnya bernama lengkap Rosimah, kemudian yang terakhir ia
menawarkan Mawar yang dingin dan pendiam. Pelanggan tersebut memilih Mawar. Ketika
pukul tiga dini hari, tiba-tiba muncul petugas keamanan dan berusaha menangkap
pelacur-pelacur di tempat remang-remang itu. Hal itu sontak membuat para
pelacur kocar-kacir. Begitupun dengan Mawar, ia berusaha kabur namun para
petugas berhasil menangkapnya. Ia dibawa dan disekap di gudang. Lalu petugas
yang dalam keadaan mabuk itu, memperkosa Mawar secara bergiliran. Sang nenek
buta dapat melihat kejadian itu dengan jelas dalam penglihatannya yang buta. Ia
berusaha menyelamatkan Mawar namun seorang petugas memukulnya. Mawar yang
sangat marah akhirnya memukul salah satu petugas dengan lonjoran besi, lalu
kabur bersama dengan nenek buta itu. Akibat kejadian itu, sang petugas
meninggal. Dua petugas yang masih hidup berusaha menutup-nutupi pemerkosaan itu
dengan pembunuhan kawannya. Dan dipersidangan dua petugas itu menuduh Mawar
telah membunuh salah satu pelanggannya, bahkan dua petugas itu dapat
mengembangkan bukti bahwa Mawar adalah psikopat yang selama ini dicari oleh
polisi yang membunuh dan memutilasi delapan korbannya. Nenek buta itu bersaksi
dan mengatakan bahwa semua yang dikatakan dua petugas itu bohong, namun semua
yang hadir dalam persidangan itu tidak mempercayainya, mana mungkin mereka percaya
pada saksi mata yang buta. Akibat dari tuduhan itu, Mawar divonis hukuman
gantung. Mawar dihukum gantung. Keesokan harinya semua gempar karena mayat
Mawar hilang di tiang gantungan. Di pasar, di kafe, orang-orang ramai
membicarakan. Nenek buta itu kembali menceritakan apa yang telah ia saksikan. Setelah Mawar di gantung, ia sendirian di
alun-alun itu, memandangi tubuh Mawar yang tergantung. Tiba-tiba ia melihat seseorang muncul dari
ketiadaan. Ia berjalan mendekati tiang gantungan. Ia melihat sosok itu
bersimpuh di bawah tiang gantungan, kemudian menurunkannya. Laki-laki itu
membawa mayat itu pergi. Seperti pengantin membopong mempelainya. Ia
menceritakan ini pada semua orang, tapi semua orang menuduhnya pendusta.
b.
Tokoh dan Penokohan, cara tokoh ditampilkan, dan jenis
tokoh
Tokoh dan Penokohan, cara tokoh
ditampilkan dan jenis tokoh di dalam cerpen:
1.
Nenek Buta
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia sekitar 60 tahun, tidak memiliki mata (buta).
Secara
Sosiologis : seorang pengemis,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan.
Secara
Psikologis : baik hati, jujur,
beragama nasrani.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik, kontekstual, dan diskursif. Sedangkan jenis tokoh
yaitu tokoh utama, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
2.
Mawar
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia 28 tahun lebih 6 hari, cantik, berkulit putih.
Secara
Sosiologis : seorang pelacur,
kalangan menengah bawah, memiliki dua anak yang sakit-sakitan, tidak
berpendidikan.
Secara
Psikologis : pendiam, dingin, cuek,
jutek, baik hati, beragama nasrani.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik, kontekstual, dan diskursif. Sedangkan jenis tokoh
yaitu tokoh utama, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
3.
Para pelacur
Secara
Fisiologis : perempuan berusia
sekitar 20-30 tahun, cantik, menor.
Secara
Sosiologis : seorang pelacur,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan.
Secara
Psikologis : centil, genit, binal, beragama
nasrani.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh simbolik, dan tokoh kolektif.
4.
Para petugas
Secara
Fisiologis : laki-laki berusia
sekitar 35-40 tahun, sangar, berwibawa.
Secara
Sosiologis : seorang petugas,
kalangan menengah atas, berpendidikan.
Secara
Psikologis : pembohong, munafik,
tidak berperikemanusiaan, kejam, beragama nasrani.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh simbolik, dan tokoh kolektif.
5.
Masyarakat
Secara
Fisiologis : laki-laki dan
perempuan berusia sekitar 10-50 tahun
Secara
Sosiologis : berbagai jenis
pekerjaan, dari kalangan menengah atas maupun bawah, berpendidikan maupun tidak
berpendidikan.
Secara
Psikologis : berbagai jenis sikap
dan sifat, beragama nasrani.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh tambahan,
tokoh pipih/sederhana, tokoh simbolik, dan tokoh kolektif.
Tokoh dan Penokohan, cara tokoh
ditampilkan dan jenis tokoh di dalam pergelaran:
1.
Nenek Buta
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia sekitar 60 tahun, tidak memiliki mata (buta), kurus, bongkok.
Secara
Sosiologis : seorang pengemis,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan.
Secara
Psikologis : baik hati, jujur,
agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik, kontekstual, dan diskursif. Sedangkan jenis tokoh
yaitu tokoh utama, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
2.
Mawar
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia 28 tahun lebih 6 hari, cantik, berkulit putih, berambut ikal panjang,
bertubuh tinggi dan jenjang.
Secara
Sosiologis : seorang pelacur,
kalangan menengah bawah, memiliki dua anak yang sakit-sakitan, tidak
berpendidikan.
Secara
Psikologis : pendiam, dingin, cuek,
jutek, baik hati, agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik, kontekstual, dan diskursif. Sedangkan jenis tokoh
yaitu tokoh utama, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
3.
Mucikari
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia sekitar 40 tahun, bertubuh tinggi besar, gemuk, berambut ikal panjang.
Secara
Sosiologis : seorang mucikari,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan.
Secara
Psikologis : centil, senang merayu,
agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik, kontekstual, dan diskursif. Sedangkan jenis tokoh
yaitu tokoh tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
4.
Para pelacur 1
Secara
Fisiologis : perempuan berusia
sekitar 20-30 tahun, cantik, menor.
Secara
Sosiologis : seorang pelacur,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan.
Secara
Psikologis : centil, genit, binal,
agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh kolektif.
5.
Pelanggan
Secara Fisiologis : seorang laki-laki berusia sekitar 40
tahun
Secara Sosiologis : orang kantoran, kalangan menengah
atas, berpendidikan.
Secara
Psikologis : tidak bermoral,
pembohong, agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
6.
Imoy
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia sekitar 25 tahun, cantik, berkulit putih, berambut lurus panjang,
bertubuh tinggi, berisi/montok.
Secara
Sosiologis : seorang pelacur,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan.
Secara
Psikologis : centil, manja, agama
tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
7.
Deborah
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia sekitar 25 tahun, cantik, berkulit sawo matang, berambut lurus panjang,
bertubuh tinggi, langsing.
Secara
Sosiologis : seorang pelacur,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan.
Secara Psikologis : centil, genit, agama tidak terlalu
ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
8.
Rose (Rosimah)
Secara
Fisiologis : seorang perempuan
berusia sekitar 25 tahun, cantik, berkulit putih, berambut lurus panjang,
bertubuh tinggi, berisi/montok.
Secara
Sosiologis : seorang pelacur,
kalangan menengah bawah, tidak berpendidikan, berasal dari sunda.
Secara
Psikologis : centil, genit, norak,
kampungan, agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh tambahan,
tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
9.
Para Petugas
Secara
Fisiologis : laki-laki berusia
sekitar 35-40 tahun, sangar, berwibawa, gemuk dan kurus, tinggi.
Secara
Sosiologis : seorang petugas,
kalangan menengah atas, berpendidikan.
Secara
Psikologis : pembohong, munafik,
tidak berperikemanusiaan, kejam, agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak
diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh kolektif.
10.
Hakim
Secara Fisiologis : perempuan berusia sekitar 40 tahun, bertubuh
tinggi montok, berkaca mata.
Secara
Sosiologis : seorang hakim,
kalangan menengah atas, berpendidikan.
Secara
Psikologis : tegas, berwibawa, agama
tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
11.
Jaksa
Secara Fisiologis : Laki-laki berusia sekitar 40 tahun,
bertubuh tinggi, kurus, berkaca mata.
Secara
Sosiologis : seorang jaksa,
kalangan menengah atas, berpendidikan.
Secara
Psikologis : tegas, berwibawa, agama
tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh individual.
12.
Orang Cafe
Secara
Fisiologis : Laki-laki dan
perempuan berusia sekitar 20-25 tahun, bertubuh tinggi, kurus dan gemuk.
Secara
Sosiologis : seorang pelanggan cafe,
kalangan menengah atas, berpendidikan, modis, gaul.
Secara
Psikologis : senang bergossip,
agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh kolektif.
13.
Orang Pasar
Secara
Fisiologis : perempuan berusia
sekitar 30-40 tahun, bertubuh tinggi, kurus dan gemuk.
Secara
Sosiologis : seorang ibu-ibu dan
penjual di pasar, kalangan menengah bawah, berpendidikan.
Secara
Psikologis : senang bergossip,
agama tidak terlalu ditonjolkan sehingga tidak diketahui.
Cara tokoh ditampilkan melalui
metode penokohan dramatik dan kontekstual. Sedangkan jenis tokoh yaitu tokoh
tambahan, tokoh pipih/sederhana, tokoh real, dan tokoh kolektif.
c.
Latar
Latar di
dalam cerpen yaitu di jalanan merah remang, malam hari, lepas tiga dini hari,
di trotoar, di pojokan toko, di mobil patroli, di gudang, di alun-alun kota, di
tiang gantungan, di pasar, di kantor, di ruang tunggu rumah sakit, di warung
dan kafe, di pangkalan ojek, di seluruh kota, dan di gereja.
Latar di
dalam pergelaran yaitu di sebuah warung remang-remang, di pojokan toko, di gudang,
di pengadilan, di alun-alun kota, di tiang gantungan, di pasar, dan di cafe.
d.
Tema
Tema
adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh pengarang atau penulis melalui
karangannya (Gorys Keraf, 1994). Tema di dalam cerpen dan pergelaran “Mawar di
Tiang Gantungan” karya Agus Noor yaitu kehidupan sosial yang mengangkat
kehidupan seorang perempuan tunasusila bernama Mawar yang semasa hidupnya
mengalami berbagai cobaan dan berakhir menyedihkan karena ia meninggal di tiang
gantungan akibat fitnahan petugas yang telah memperkosanya, sehingga ia divonis
hukuman gantung. Kisahnya sendiri diceritakan oleh seorang nenek buta yang
menjadi kunci kehidupannya. Meskipun ia buta, ia mengetahui semua yang tidak
diketahui oleh orang yang memiliki mata. Namun sayang, tak ada satu orangpun
yang percaya pada saksi mata yang buta.
e.
Tipe
Tipe cerpen
maupun pergelaran “Mawar di Tiang Gantungan” karya Agus Noor merupakan tipe
cerpen sosial yang mengangkat kisah perempuan tunasusila.
f.
Nilai
Nilai
yang terkandung dalam cerpen maupun pergelaran “Mawar di Tiang Gantungan” karya
Agus Noor adalah nilai sastra, nilai kemanusiaan, nilai kejujuran, dan nilai sosial.
g.
Fungsi
Di
dalam cerpen maupun pergelaran “Mawar di Tiang Gantungan” karya Agus Noor ini
terkandung beberapa fungsi yaitu fungsi eksperensial, fungsi informatif, fungsi
penyadaran, dan fungsi rekreatif.
Fungsi
Eksperensial : Pengalaman hidup
Mawar yang sangat berharga, bagaimana seorang perempuan yang begitu kuatnya
untuk bertahan hidup, dan kejujuran itu harus dijunjung tinggi meskipun dalam
kenyataannya justru para petugas yang memfitnah dan membuat Mawar akhirnya di
hukum gantung.
Fungsi
Informatif : Memberikan
pengetahuan kepada pembaca bahwa kehidupan seorang perempuan tunasusila sangat
memprihatinkan dan tidak selamanya perempuan tunasusila selalu menggoda dan
merayu laki-laki.
Fungsi
Penyadaran : Memberikan
penyadaran kepada pembaca bahwa sebagai manusia kita harus jujur dan
mempercayai orang lain meskipun orang itu buta.
Fungsi
Rekreatif : Setiap karya
sastra pasti berfungsi menghibur.
Berdasarkan perbandingan di atas, terdapat
beberapa perbedaan antara cerpen dan pergelaran “Mawar di Tiang Gantungan”
karya Agus Noor, namun secara keseluruhan cerita tersampaikan dengan baik dan
tersusun secara sistematis sehingga apresiator/ penonton dapat menangkap isi
cerita dengan baik.
Komentar
Posting Komentar