Merubah atau Mengubah?


Oleh
Anisa Prasetia Novia



“Dan kau hadir merubah segalanya, membuat lebih indah..” begitulah isi salah satu lirik lagu pop di Indonesia. Dalam lirik tersebut, terdapat kosakata ‘merubah’. Selain dalam lirik lagu tadi, kosakata’merubah’ ini pun ada dalam lirik lagu ini “kau boleh acuhkan diriku dan anggapku tak ada, tapi takkan merubah perasaanku kepadamu...”.
Fenomena kata ubah memang sering disisipkan dalam lirik lagu-lagu di Indonesia. Mulai dari lagu zaman dulu, sampai lagu-lagu yang ngehits sekarang ini. Kira-kira ada yang sadar tidak ya kalau kata ubah dalam lirik lagu banyak yang salah kaprah pembentukan katanya? Coba tinjau ulang, benarkah afiks meN- ditambah kata ubah menjadi merubah?
Jika ditinjau secara teliti, pembentukan kata ubah menjadi merubah tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Seharusnya, jika meN- ditambah kata ubah akan terbentuk menjadi mengubah. Jika tidak yakin perhatikan contoh lain berikut:
meN- + ulas              = mengulas
meN- + ulang           = mengulang
meN- + usir              = mengusir
Dari ketiga contoh di atas, jelaslah bahwa meN- + ubah seharusnya menjadi mengubah bukan merubah. Kekeliruan ini mungkin terjadi karena ada pembentukan lain dari kata ubah yaitu afiks ber- + ubah = berubah, sehingga penutur bahasa Indonesia berasumsi bahwa pembentukan afiks meN- + ubah = merubah. Kemungkinan lainnya, karena penutur bahasa Indonesia menganggap kata dasar dari merubah adalah rubah dalam bahasa sunda (biasanya ada yang menuturkan rubah atau robah) yang artinya sama dengan ubah dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh, perhatikanlah kalimat bahasa Sunda yang menggunakan kosakata rubah atau robah ini “rubah/robah atuh kalakuan maneh teh!” artinya ‘ubah dong kelakuan kamu tuh!’.
Kekeliruan ini tentu menjadi masalah karena dalam bahasa Indonesia terdapat kosakata rubah yang dalam KBBI berarti binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya. Jika meN- + ubah = merubah maka akan menimbulkan makna yang keliru karena merubah berarti menjadikan rubah bukan makna mengubah sebenarnya yang berarti menjadikan lain dari semula.
Barangkali bukan rahasia lagi banyak orang Indonesia yang tidak menyadari kekeliruan ini. Mengapa demikian? Karena penutur bahasa Indonesia masih banyak yang acuh tak acuh, meremehkan, dan merasa tidak perlu mempelajari bahasa Indonesia. Bangsa kita seolah sudah sangat fasih menggunakan bahasa Indonesia dan menguasai kosakata dengan baik, sehingga merasa tidak perlu untuk mendalaminya. Sikap seperti ini menimbulkan kurangnya pengetahuan orang Indonesia mengenai kosakata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh sebab itu, hal-hal kecil seperti pembentukan kata yang tepat pun diabaikan.
Kekeliruan seperti ini tidak akan terjadi apabila penutur bahasa Indonesia bangga dengan bahasanya sendiri dan mempelajarinya dengan baik. Dewasa ini, banyak sekali orang Indonesia yang merasa lebih bangga menggunakan bahasa asing dibandingkan dengan bahasa negaranya sendiri. Coba saja cek, berapa banyak orang Indonesia yang memilih mendalami bahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia? Tentu jawabannya lebih banyak memilih bahasa asing.

Lupakah bahwa bahasa merupakan identitas suatu bangsa? Jika bangsanya sendiri sudah mengabaikan bahasanya, bagaimana bahasa itu dapat bertahan? Ingatlah teori Crowley mengenai kematian bahasa yang disebabkan oleh dua hal, pertama bahasa mati karena penuturnya mati semua seperti yang terjadi di Pulau Tasmania dan kedua bahasa mati karena ditinggalkan penuturnya (penuturnya beralih ke bahasa lain). Bukan tidak mungkin bahasa Indonesia beberapa puluh tahun ke depan akan mengalami kematian, jika tidak ada upaya dari penuturnya untuk melestarikan bahasanya. Jadi, cintailah bahasa kita. Mulailah dari hal-hal kecil seperti menggunakan pembentukan kosakata yang baik dan benar. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi 'Kesabaran' Karya Chairil Anwar

Esai Kajian Struktural terhadap Puisi 'Jembatan' karya Sutardji Calzoum Bachri

Analisis Film 'Negeri 5 Menara'