Contoh Makalah Kajian Drama Indonesia: Kajian Psikoanalisis Lakon "Perkawinan Perak" Karya John Boudin

LAKON “PERKAWINAN PERAK” KARYA JOHN BOUDIN
KAJIAN PSIKOANALISIS
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Drama Indonesia
dosen pengampu: Suci Sundusiah, M.Pd




disusun oleh
Anisa Prasetia Novia               NIM                1103944


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012


KATA PENGANTAR


Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian psikoanalisis ini.
Kajian psikoanalisis ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Drama Indonesia. Kajian psikoanalisis ini berjudul “Perkawinan Perak” karya John Boudin. Kajian psikoanalisis ini terdiri atas tiga bab: 1) bab satu pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, dan manfaat penulisan; 2) bab dua kajian psikoanalisis lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin berisi sinopsis naskah drama, psikoanalisis, aspek bawah sadar manusia, dan aspek bawah sadar tokoh dalam Lakon “PerkawinanPerak” karya John Boudin; 3) bab tiga simpulan; 4) daftar pustaka; 5) dan lampiran.
Penyusunan kajian psikoanalisis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kajian psikoanalisis ini.
Penulis tidak menutup kemungkinan dalam penyusunan kajian psikoanalisis ini terdapat kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap Bapak/Ibu Dosen dapat memberikan kritik dan saran yang membangun/konstruktif demi perbaikan kajian psikoanalisis ke depan.


Bandung,       Desember  2012    


Penulis                                          




BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang

Kajian drama ialah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam karya sastra bertolak dari pendekatan, teori dan cara kerja tertentu (Aminudin, 1995:39). Di dalam mata kuliah Kajian Drama Indonesia diharapkan mahasiswa mampu untuk mengkaji naskah drama dengan berbagai pendekatan. Pendekatan tersebut seperti pendekatan struktural, struktural genetik, semiotik, sosiologi sastra, dekonstruksi, psikoanalisis, feminisme, intertekstual.
Pemilihan naskah drama ini didasari oleh beberapa faktor yaitu: pertama dari segi ketebalan naskah ini tidak terlalu tebal hanya berjumlah 14 halaman, kedua cerita di dalam naskah drama ini menceritakan seputar kehidupan keluarga yang notabene lebih mudah untuk dipahami dan dikaji, ketiga naskah drama ini termasuk ke dalam bentuk naskah drama realis yang tidak terlalu sulit untuk diapresiasi dan dikaji. Dengan berbagai pertimbangan di atas penulis akhirnya memilih naskah drama “Perkawinan Perak“ karya John Boudin untuk dikaji dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis.
Lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin ini dikaji dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis karena di dalam drama ini lebih condong menceritakan mengenai keadaan kejiwaan tokoh. Psikoanalisis melihat perilaku orang itu diakibatkan adanya semacam dorongan yang terpendam dalam diri seseorang karena suatu pengalaman yang dialaminya. Oleh karena itu, penulis memilih menggunakan pendekatan psikoanalisis dalam mengkaji drama tersebut.

B.       Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.    Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui isi dari naskah drama tersebut.
2.    Agar penulis dan pembaca dapat mengambil pelajaran dari pesan moral dalam naskah drama tersebut.
3.    Agar penulis dan pembaca mengetahui bagaimana penerapan kajian psikoanalisis dalam naskah tersebut.

C.      Manfaat Penulisan
Sesuai dengan tujuan penulisan di atas, penulis dapat merumuskan manfaat penulisan sebagai berikut :
1.    Memberikan pengetahuan khususnya kepada penulis mengenai isi dari naskah drama tersebut.
2.    Memberikan pesan moral kepada pembaca maupun penulis.
3.    Memberikan pengetahuan mengenai bagaimana penerapan kajian struktural dalam naskah “Perkawinan Perak” karya John Boudin kepada pembaca.


BAB II
KAJIAN STRUKTURAL DALAM LAKON “PERKAWINAN PERAK” KARYA JOHN BOUDIN



A.      Sinopsis

Cerita berawal di ruang tengah dari rumah setengah tembok di pinggiran kota jakarta (pasar minggu). Ketika itu jam delapan malam, jam berdentang sang istri sedang duduk dekat meja. Ketika ia sedang mengakurkan jam dengan arlojinya, terdengar suara kunci diputar di ruang muka. Suami pun masuk.
Istri nampak melayani suaminya dengan biasa seperti menawari suaminya teh seolah tidak ada apa-apa. Tetapi justru sang suami yang salah tingkah, ia berusaha menjelaskan mengapa ia sampai pulang terlambat. Istri dengan lugas dan tenang menyela semua kata-kata dari suaminya membuat sang suami menjadi gelagapan dan kehabisan akal.
Suami ragu-ragu untuk tetap pergi makan malam bersama dengan istrinya untuk merayakan perkawinan perak mereka. Tetapi sang istri tetap bersikeras untuk berangkat karena hari itu hari istimewa bagi mereka.
Konflik berlanjut dengan alasan-alasan suami terlambat, dan memuncak ketika suami mengatakan bahwa tidak ada yang perlu diperingati karena ia merasa tidak benar-benar bahagia dengan pernikahan mereka yang sudah berusia 25 tahun. Ia merasa sang istri tidak benar-benar mencintainya, dan faktor utama ketidakbahagiaan mereka karena mereka tidak kunjung memiliki keturunan. Pertengkaran menurun ketika sang istri berkata bahwa sudah tidak ada gunanya pergi karena sudah terlalu malam dan mereka memutuskan untuk tidak jadi pergi.

B.       Psikoanalisis

Psikoanalisis ditemukan di Wina, Austria, oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan salah satu aliran di dalam disiplin ilmu psikologi yang memilik beberapa definisi dan sebutan, Adakalanya psikoanalisis didefinisikan sebagai metode penelitian, sebagai teknik penyembuhan dan juga sebagai pengetahuan psikologi.
Psikoanalisis menurut definisi modern yaitu (1) Psikoanalisis adalah pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika, faktor-faktor psikis yang menentukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman masa kanak-kanak dalam membentuk kepribadian masa dewasa, (2) Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar), (3) Psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.
Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca. Namun, yang digunakan dalam psikoanalisis adalah yang ketiga karena sangat berkaitan dalam bidang sastra.
Asal usul dan penciptaan karya sastra dijadikan pegangan dalam penilaian karya sastra itu sendiri. Jadi psikoanalisis adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.
Nyoman Kutha Ratna (2007) mengatakan bahwa psikologi sastra seharusnya memberikan prioritas pada sastra bukan pada psikologi. Psikologi sastra juga merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia. Psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang, dan pembaca atau kepada teks itu sendiri (Dick Hartoko dan B. Rahmanto, 1989: 126).
Munculnya pendekatan psikologi dalam sastra disebabkan oleh meluasnya perkenalan sarjana-sarjana sastra dengan ajaran-ajaran Freud yang mulai diterbitkan dalam bahasa Inggris. Yaitu Tafsiran Mimpi ( The Interpretation of Dreams ) danThree Contributions to A Theory of Sex atau Tiga Sumbangan Pikiran ke Arah Teori Seks dalam dekade menjelang perang dunia. Pembahasan sastra dilakukan sebagai eksperimen tekhnik simbolisme mimpi, pengungkapan aliran kesadaran jiwa, dan pengertian libido ala Freud menjadi semacam sumber dukungan terhadap pemberontakan sosial melawan Puritanisme(kerohanian ketat) dan tata cara Viktorianoisme(pergaulan kaku).Dahulu kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman Yunani, kejeniusan dianggap kegilaan(madness) dari tingkat neurotik sampai psikosis. Penyair dianggap orang yang kesurupan (possessed). Ia berbeda dengan yang lainnya, dan dunia bawah sadarnya yang disampaikan melalui karyanya dianggap berada di bawah tingkat rasional. Namun, pengarang tidak sekedar mencatat gangguan emosinya ia juga mengolah suatu pola arketipnya, seperti Dostoyevsky dalam karyanya The Brother Kamarazov atau suatu pola kepribadian neurotik yang sudah menyebar pada zaman itu. Kemudian, ilmu tentang emosi dan jiwa itu berkembang dalam penilaian karya sastra (Psikoanalisis Sastra).
Psikologi atau psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasar tipe psikologi dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasisis dapat pula menguraikan kelainan jiwa bahkan alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen di luar karya sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Untuk menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti psikologis, psikolog perlu mencocokannya dengan dokumen-dokumen di luar karya sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita melihat keretakan (fissure), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya. Tokoh-tokoh dalam pendekatan Psikoanalisis Sastra, yaitu sebagai berikut:
a)    Sigmund Freud
b)   T.S Elliot
c)    Carl.G.Jung
d)   Ribot, psikolog Perancis
e)    L.Russu
f)    Wordsworth yang menggunakan psikologi sebagai uraian genetik tentang puisi.

C.      Aspek Bawah Sadar Manusia

Sigmund Freud (1856 – 1939) adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi. Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).
Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Unconscious adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan insting.
Preconscious berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Conscious hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas.
Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
Pengalaman seksual dari ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi hingga memunculkan berbagai prilaku lain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma Ayah. Namun dalam perjalanannya setelah kolega kerjanya Alferd Adler, mengungkapkan adanya insting mati di dalam diri manusia, walaupun Freud pada awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan, namun pada akhirnya Freudpun mensejajarkan atau tidak menunggalkan insting seksual saja yang ada di dalam diri manusia, namun disandingkan dengan insting mati (Thanatos). Walaupun begitu dia tidak pernah menyinggung asal teori tersebut sebetulnya dikemukakan oleh Adler awal mulanya.
Freud tertarik dan belajar hipnotis di Perancis, lalu menggunakannya untuk membantu penderita penyakit mental. Freud kemudian meninggalkan hipnotis setelah ia berhasil menggunakan metode baru untuk menyembuhkan penderita tekanan psikologis yaitu asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar, asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan permasalahan. Sedangkan analisis mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode analisis mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.
Freud mengembangkan konsep struktur mind dengan mengembangkan ‘mind apparatus’ yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego.
Id merupakan struktur kepribadian paling primitif dan berhubungan dengan prinsip mencari kesenangan semata. Ini dapat kita lihat pada fase kanak-kanak seseorang. Id banyak berhubungan dengan nafsu semena-mena yang tidak sanggup membedakan realitas dan khayalan. Ialah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
Ego berkembang dari id, Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif/pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam. Ego merupakan kelanjutan upaya mencari kesenangan, tetapi sudah dirangkai dengan keharusan tunduk pada realitas dan tak bisa semena-mena lagi. Fase ini dapat dilihat ketika seorang anak mulai mengenal berbagai aturan sosial dan terpaksa mengekang nafsu pemuasan dirinya yang bersifat semena-mena.
Superego berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya. Struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Berbeda dengan ego yang berpegang pada prinsip realitas, superego yang memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tahapan ini seiring dengan kedewasaan seorang individu. Berhubungan dengan alam tak sadar dan alam sadar, id terletak pada bagian pertama sedang yang lain meliputi keduanya.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”.
Pada masa kanak-kanak kita dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).
Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).

D.      Aspek Bawah Sadar Tokoh dalam Lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin

1.      Aspek Bawah Sadar Tokoh Istri

a.       Id

Id merupakan struktur kepribadian paling primitif dan berhubungan dengan prinsip mencari kesenangan semata. Ini dapat kita lihat pada fase kanak-kanak seseorang. Id banyak berhubungan dengan nafsu semena-mena yang tidak sanggup membedakan realitas dan khayalan. Ialah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin Id dalam tokoh istri di gambarkan dalam penggalan teks berikut:
SUAMI
Sialan sekali. Tak ada orang lain yang bisa bicara pada seksi produksi. Hasan Yamin sakit flu.

(Hening)

mau tak mau aku harus mengisinya. Akan kuhabiskan tehnya, lalu menelpon restoran untuk merubah pesanan. Sesungguhnya setengah delapan dan setengah sepuluh apa bedanya?

(Hening)

atau kita bisa pergi ketempat lain lagi. Tak ada yang mengharuskan kita tetap ke restoran itu. Akan kutelpon… restoran apa yang biasa mereka kunjungi itu?…

(Hening)

jika kau yakin masih ingin pergi.

ISTRI                 
Mengapa tidak?

SUAMI               
Tidak ada alasan. Tidak, aku hanya berpikir, mungkin karena kesana kau akan…

ISTRI                 
Aku sudah berdandan.

SUAMI               
Tentu. Tentu. Akan segera kutelpon mereka, sayang. Mereka dengan mudah dapat menukar waktunya.

ISTRI                 
Kau tak ingin pergi? Kita dapat buka kartu kukira.

SUAMI               
Aku hanya berpikir… duduk-duduk menunggu, bisa menghabiskan kesabaran

(Hening)

maksudku seseorang jadi tak mau mengerjakannya. Segalanya berantakan dan terburu-buru. Jika saja kesempatan ini tidak istimewa, tak ada harganya dilakukan.

(Hening)

tolol aku ini.

(Hening)

kau tak menggunakan poci yang biasa.

ISTRI                 
Di dapur.

SUAMI               
Oh, entahlah. Barang-barang dibeli buat dipakai bukan?

ISTRI                 
Kita menggunakannya.

SUAMI               
Poci perak buatan Yogya, seharusnya yang begini ada di dalam istana-istana atau hotel kelas satu. Maksudku tempatnya kurang cocok. Ini lebih seperti orang tolol, menggunakan poci perak sekedar untuk kenang-kenangan. Aku agak menyukai idenya.

(Hening)

nah, akan ketelpon restoran.

ISTRI                 
Berhentillah memperolokan aku, mas.

SUAMI               
Apa yang membuat kau…

ISTRI                 
Sejak kau masuk, kau sudah berdalih dengan berbagai alasan. Mencoba supaya aku bicara bahwa aku tidak peduli duduk menunggu disini setelah berdandan, dan tak tahu apa yang terjadi dengan kau. Baiklah. Kukatakan padamu mas. Aku tahu kau tak memperbaikinya. Aku tak menyalahkan kau. Maka bergantilah dan telpon restoran.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Id dalam tokoh istri membuat istri bersikap egois dimana ia tetap bersikukuh ingin tetap pergi makan malam untuk merayakan perkawinan perak mereka. Ia tidak perduli meskipun pergi tidak sesuai dengan rencana semula pukul 19.30 WIB tetapi pukul 21.30 WIB, ia tetap ingin pergi karena hari itu merupakan hari paling spesial dalam perjalanan panjang rumah tangga mereka. Ia tetap ingin pergi, karena ia sudah berdandan, terutama ia sudah menunggu kurang lebih selama dua jam. Ia tidak mungkin dengan mudah membatalkan rencananya karena Id di sini berfungsi sangat kuat sehingga membuat tokoh istri bertindak semena-mena. Ia tidak ingin tahu apa-apa dan tidak ingin mendengar alasan yang keluar dari mulut suaminya, yang terpenting baginya ialah malam itu mereka harus tetap pergi.
SUAMI               
Salahnya ialah aku tidak melihat agenda sampai pagi ini.

(Dari Sakunya Mengeluarkan Agenda)

nah lihatlah, aku membawanya. Membawanya pulang, sebagai semacam bukti alibi bagimu, jika kau tidak percaya. Kupikir kau akan kecewa. Itulah yang kutakutkan.

(Memperlihatkan)

nah, seksi produksi sudah berakhir.

ISTRI                 
Tak dapatkah mereka merubahnya?

SUAMI               
Merubah apa?

ISTRI                 
Menukar ordernya. Maksudku, menggeser waktunya.

SUAMI               
Ya, sukar.

ISTRI                 
Mengapa tidak?

SUAMI               
Kupikir orang tak akan melakukannya, sayang.

ISTRI                 
Maksudku orang tak pernah merubah order di agenda? Aku tak melihat alasan mengapa tak bisa begitu.

SUAMI               
Oh, ada juga mereka merubah ordernya. Kuingat ada hal-hal yang diluar dugaan, yang bisa mempengaruhi jalannya perusahaan, atau jika seseorang…

ISTRI      (Memotong)
harus pergi duluan karena ada keperluan…

SUAMI               
Mungkin ia dapat dirubah.

ISTRI                 
Katamu bisa.

SUAMI               
Sewaktu-waktu, bukan kebiasaan.

ISTRI                 
Mengapa tidak dirubah?

SUAMI               
Sewaktu-waktu. Orang tidak bisa memutuskannya sendirian.

ISTRI                 
Maksudmu, kau yang tidak?

SUAMI               
Seseorang tidak bisa merubah keputusan dewan direksi. Agenda hanya untuk…

ISTRI                 
Untuk peringatan hari pernikahan perak seseorang

(Hening)

kau juga seorang junior kan? Mereka akan memakluminya.

SUAMI               
Susah jadi junior itu, sayang. Kukira kau dapat memaklumi kedudukanku.

ISTRI                 
Kau punya dua cara dalam menyebut aku sayang. Pertama jika kau hendak menyakiti hatiku, kedua jika kau merangkak-rangkak minta sesuatu. Ketika kau datang tadi yang kedua. Kini yang pertama.

SUAMI               
Aku tidak bermaksud menyakitimu. Bagaimanapun aku tak bermaksud menyerang kau.

ISTRI                 
Terima kasih

SUAMI               
Janganlah menyerangku melalui tugasku. Aku bukannya junior. Aku belum pula jadi kepala seksi. Sekalipun aku akan, jika…

ISTRI                 
Jika Hasan Yamin mati terkena influenza Hongkong.

SUAMI               
Yamin.

ISTRI                 
Yamin.

SUAMI               
Kami melaksanakan tugas-tugas penting.

ISTRI                 
Dan tinggal di pinggiran Pasar Minggu.

SUAMI               
Apa?

ISTRI                 
Tugas yang kau lakukan begitu pentingnya, hingga kita harus tinggal di rumah semi permanen, di Pasar Minggu. Dan jika kita ingin membeli poci teh perak untuk sekedar memperingati perkawinan perak kita, aku harus membayar setengahnya dengan uang tabunganku sendiri.

SUAMI               
Ini keterlaluan. Aku tak mendengar obrolan begitu.

ISTRI                 
Aku tidak mengobrol. Aku hanya tidak tahu apa sebabnya kau tidak merubah agenda, hanya itu. Petang tadi aku bekerja di Panti asuhan, dan pada jam 4.30 aku bicara dengan Ibu Tri.

SUAMI               
Itu tidak sama. Kau mengatur waktumu sendiri dalam yayasan.

ISTRI                 
Sekalipun itu pekerjaan juga? Pekerjaan yang bernilai? Kau pikir menolong orang bukan pekerjaan?

SUAMI (Meledak)
bukan itu soalnya.

(Menguasai Diri)

aku menyesal. Tapi bukan itu soalnya, sayang. Jika saja kau hentikan interogasi ini dan dengarkanlah kata-kataku.

ISTRI                 
Interogasi kau yang memulainya. Aku tidak menginterogasimu. Aku hanya sedang bersiap-siap memberikan kesadaran akan tanggung jawabmu.

SUAMI               
Tak ada yang kau lakukan selain menyelidiku, sejak aku memasuki pintu itu.

ISTRI                 
Kau sendiri yang mengatakan padaku, bahwa kau membawa agenda buat diperlihatkan padaku.

SUAMI               
Hei, kita ini kan lagi membicarakan suatu perayaan, sayang. Jangan kita rusak suasananya. Mari kita hadapi.

ISTRI                 
Kau katakan begitu?

SUAMI               
Apa?

ISTRI                 
Kita lagi merencanakan suatu perayaan. Begitu kau katakan padaku? Lihatlah aku? Tidak lagi sedang merencanakannya, tapi sudah berjam-jam duduk disini, sudah berdandan…

SUAMI               
Seharusnya kau berdandan tidak terlalu pagi, sayang.

ISTRI                 
Berdandan itu makan waktu lama, kau tahu.

SUAMI               
ISTRIku sayang.

ISTRI                 
Jangan panggil aku istriku sayang.

SUAMI               
Keparat, ini hari perkawinan perak kita.

ISTRI                 
Nah, teruskan, teruskan. Telpon restoran Queen. Berdandanlah. Kita akan pergi. Mengapa tidak?

SUAMI               
Ya Allah!

ISTRI                 
Nah, kau mau mengatakan apa?

SUAMI               
Aku mau kau…

ISTRI                 
Kau mau aku pergi makan malam, seakan-akan tak ada sesuatu yang terjadi. Nah, baiklah, kita akan makan malam. Aku telah mendapatkan caramu.

SUAMI               
Tak banyak yang yang dapat kita makan, jika kau terus membubuhinya dengan sumpah serapah. Makan-makan itu tidak akan terasa enak. Malahan akan menjadi asam kecut dalam perutmu.

ISTRI                 
Ada cara yang sederhana untuk mengatasinya, kan? Jangan bikin aku kecewa dan aku takkan bersungut-sungut. Jika kita telah merencanakan untuk merayakan Perkawinan Perak kita…

SUAMI               
Oh dik…

ISTRI                 
Dan kau telah berjanji akan segera pulang…

SUAMI               
Telah kucoba, telah kucoba…

ISTRI                 
Mengapa harus mengikuti rapat segala…

SUAMI               
Aku harus menghadirinya. Telah kukatakan, tak ada orang lain untuk mewakili seksi produksi. Itu rapat yang sangat penting, rapat direksi.

ISTRI                 
Jangan jejali aku dengan kata-kata direksi. Aku mual mendengarnya. Aku mual dengan direksimu dan tugas-tugas pentingmu. Kau tidak berkoar-koar dengan ambisi yang sesungguhnya, dan kau menutupinya dengan berpura-pura.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Id di dalam tokoh istri semakin membuat pikiran istri tak terkendali, ia mulai berbicara melantur mulai dari pertanyaan mengapa suami harus ikut rapat direksi, mengapa tidak izin pergi dari acara rapat, mengapa tidak membatalkan rapat untuk merayakan perkawinan perak mereka. Istri tidak dapat membedakan mana realitas dan khayalan, padahal dalam kenyataannya mana mungkin seseorang bisa meninggalkan pekerjaannya karena diikat oleh kontrak kerja dan tanggung jawab. Istri terlalu egois dan terlalu memaksakan kehendaknya sendiri tanpa memikirkan realitasnya dalam kehidupan nyata bahwa suami tidak dapat seenaknya dalam memberikan keputusan. Kemudian istri semakin egois ketika ia berbicara bahwa ia pun sama sibuknya dengan suami, tetapi ia dapat mengatasi pekerjaannya dan dapat pulang lebih awal dari Panti Asuhan tempat ia bekerja. Suami yang masih memberikan berbagai alasan kepada istri akhirnya sedikit meledak, namun kembali sadar dan berusaha merayu istri bahwa mereka merencanakan suatu perayaan yakni perkawinan perak mereka. Tanpa disangka, perkataan itu justru membuat istri semakin kesal, ia berpikir bahwa ia tidak hanya merencanakan tetapi sudah menunggu berjam-jam dan sudah berdandan. Ketika suami mulai merayu, istri semakin kesal sehingga membuat suami sedikit geram. Ia mulai bersungut-sungut dan berkata bahwa hari ini perkawinan perak mereka. Istri semakin emosi dan tidak sabar, ia terus menerus memaksa agar rencana mereka malam ini harus tetap berjalan. Karena istri terus menerus mengomel, suami seperti enggan untuk pergi sehingga istri pun semakin emosi. Di sini dapat terlihat dengan jelas bahwa Id lebih dominan menguasai pemikiran istri, meskipun sebenarnya usia istri sudah berusia lanjut karena di lihat secara logika jika perkawinan sudah berusia 25 tahun mungkin minimal istri berusia sekitar 43 tahun. tetapi, istri masih memiliki sifat egois dan semena-mena seperti anak-anak. Ia lebih mementingkan kesenangan pribadi dan tidak memikirkan orang lain.
SUAMI               
Ada yang lebih baik daripada hanya ambisi.

ISTRI                 
Misalnya?

SUAMI               
Kepuasan. Kulakukan tugas serius dalam cara yang serius. Itu pekerjaan berharga, berbudaya. Ia menuntut kemampuan yang khusus, menuntut perhatianku yang penuh. Aku tak mau ikut-ikutan perlombaan tikus mengejar…

ISTRI                 
Oh, pertandingan tikus…

SUAMI               
Aku percaya, aku percaya bahwa untuk menjadi puas dalam cara…

ISTRI                 
Puas!

SUAMI               
Dalam tugasku! Dalam tugasku!

ISTRI                 
Jangan berteriak! Jangan bicara begitu kepadaku.

SUAMI               
Aku tak pernah berpura-pura puas dalam rumahku.

ISTRI                 
Dinding-dinding  rumah saksinya.

SUAMI               
Dalam kantor, aku punya kedudukan, aku dihormati.

ISTRI                 
Tapi tak cukup mampu untuk bisa merubah order dalam agenda. Supaya kau dapat pulang pada waktunya, supaya dapat merayakan perkawinan perak bersama isterimu.

SUAMI               
Jangan memepetkan aku sayang

ISTRI                 
Kau masih memanggil aku sayang?

SUAMI               
Kataku, Jangan memepetkan aku.

ISTRI                 
Mengapa jangan?

SUAMI               
Ada waktunya buat mengobrol… pada kesempatan…

ISTRI                 
Ya?

SUAMI               
Ada waktunya buat mengobrol akan jadi jemu.

ISTRI                 
Mengapa?

SUAMI               
Bahkan dalam suatu perkawinan, kita tahu ini, sayang. Kita mengetahuinya sejak lama. Bahkan dalam perkawinan ada sikap diam yang penting. Mau terikat bukanlah halangan jika perkawinan dijunjung tinggi.

ISTRI                 
Tapi kita menjunjung tinggi perkawinan kita, mas. Dua puluh lima tahun kita telah menjunjungnya. Tak boleh kita punya maksud buat menghancurkannya.  Setelah dua puluh lima tahun kawin kemana kita akan pergi? Bagaimana kita akan hidup? Aku kira tak perlu lagi ada sikap diam itu lagi.

SUAMI               
Seseorang selalu memerlukannya. Jika ada yang menyakitkan.

ISTRI                 
Ya?

SUAMI               
Akan tertekan…

ISTRI                 
Tapi kesakitan telah berlalu. Tidak ada lagi kini. Kau berpikir tentang merubah agenda, dan kau tak melakukannya, begitu kan?

SUAMI               
Mungkin.

ISTRI                 
Kau bisa mengangkat telpon, dan bicara pada sekretarismu untuk melaksanakannya.

SUAMI               
Bisa jadi.

ISTRI                 
Karena kau belum lagi junior, suamiku. Kau belum jadi seseorang. Katamu kau adalah orang yang punya kedudukan dan dihormati sebagai staf.

SUAMI               
Jika kau menganggapnya begitu.

ISTRI                 
Tapi kau tak mengangkat telpon.

SUAMI               
Tidak.

ISTRI                 
Kau memang ingin supaya terlambat. Kau hendak merusak kita.

SUAMI               
Tidak kusadari.

ISTRI                 
Tidak sadar?

SUAMI               
Mungkin.

ISTRI                 
Nah, sekarang kau sedang sadar. Baik, tak apa-apa kau terlambat, baiklah, kau sudah merusak hari peringatan ini, tapi jika ditanyakan mengapa, apakah aku harus bersikap diam saja, pura-pura memakluminya?

SUAMI               
Tanpa kusadari aku mungkin… merasa enggan.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Id dalam tokoh istri membuat istri bersikap egois. Ia tidak memikirkan perasaan suaminya, ia hanya memikirkan perasaannya sendiri. Ia sengaja untuk menyindir suaminya, dan ia merasa tersindir ketika suami berbicara tentang kepuasan sehingga membuat ia tersulut emosinya. Percekcokan kembali terjadi, dan kini mengenai masalah rumah tangga mereka yang sudah berlangsung selama 25 tahun. istri berpendapat bahwa suami selama ini hanya berpura-pura puas dalam menjalani rumah tangga dengannya sehingga membuat suami terus menerus membanggakan pekerjaannya karena dalam bekerja ia selalu dihargai dan dihormati. Istri tak kehabisan akal, ia malah mendapat kekuatan untuk kembali menyidir suami yang memiliki kedudukan tapi tidak bisa meluangkan waktu untuk merayakan perkawinan perak mereka. Suami berusaha mengalihkan pembicaraan, tetapi masalah semakin merembet. Suami mengatakan bahwa dalam pernikahan harus ada sikap diam, dan ia pun mengungkapkan bahwa ia tertekan. Istri membela diri, dan mengatakan bahwa semua itu telah berlalu, tetapi suami tetap tidak mengubah agenda dan suami pun tidak mengangkat telpon. Tuduhan istri berlanjut dengan mengatakan bahwa suami memang sengaja tidak mengangkat tekpon karena ingin merusak pernikahan mereka. Suami mengakui itu, dan ia mengatakan bahwa ia merasa enggan untuk merayakan perkawinan perak mereka. Di sini sangat jelas, bahwa istri sangat egois begitupun sebaliknya suami pun egois. Id dalam tokoh istri sangat memperngaruhi pemikiran dan sikap istri dalam menghadapi suaminya.
b.      Ego
Ego berkembang dari id, Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif/pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam. Ego merupakan kelanjutan upaya mencari kesenangan, tetapi sudah dirangkai dengan keharusan tunduk pada realitas dan tak bisa semena-mena lagi. Fase ini dapat dilihat ketika seorang anak mulai mengenal berbagai aturan sosial dan terpaksa mengekang nafsu pemuasan dirinya yang bersifat semena-mena.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin Ego dalam tokoh istri digambarkan dalam penggalan teks berikut:
ISTRI
Mau minum teh?

SUAMI               
Menyesal sekali aku terlambat.

ISTRI                 
Masih banyak di poci.

SUAMI               
Aku akan ganti dulu.

ISTRI                 
Harusnya dibiarkan mengendap dulu.

SUAMI               
Aku akan mandi dan ganti pakaian.

ISTRI                 
Minumlah dulu. 

(Suami Keluar, Melepaskan Dasi, Menaruh Tas Diluar, Masuk Kembali)

SUAMI               
Sungguh-sungguh aku menyesal. Karena ngebut aku hampir nabrak orang.

ISTRI (Setelah Menuang Teh)
ini.

SUAMI
Kau sudah berdandan.

(Hening)

baik sekali

(Hening)

seharusnya aku menelpon tadi. Aku harus menelpon kau. Tapi rapatnya tidak selesai-selesai. Lalu ketika kurencanakan akan keluar, kupikir yang terbaik dapat aku lakukan adalah cepat-cepat pulang. Tapi sekalipun aku telah ngebut, aku hampir saja…

ISTRI                 
Tak seorang pun yang menyuruh kau terlambat mas. Ini, minumlah tehmu.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, menunjukan bahwa ego memaksa tokoh istri untuk tidak bersikap semena-mena hanya untuk memenuhi kesenangannya semata. Ia di tuntut oleh aturan sosial dimana ia berperan sebagai seorang istri yang harus tetap melayani suaminya meskipun sebenarnya ia sedang kesal karena suaminya pulang terlambat. Terbukti, ia masih bersedia untuk membuatkan suaminya minuman ketika suaminya pulang yakni teh. Meskipun setiap perkataan dari mulut tokoh istri sering menyindir tokoh suami sehingga tokoh suami menjadi salah tingkah dan gelagapan.
SUAMI               
Yah, tentunya kau kesal sekali.

(Istri Memandang Tajam)

harusnya aku menelpon. Sayang, jika saja aku bisa. Aku telah terlambat. Itu rapat dewan direksi, kau tahu. Orang dari seksi-seksi harus ada disana. Seluruh staf dan pucuk pimpinan. Dan sialnya si Hasan Yamin kena flu Hongkong, aku harus mewakilinya. Kulakukan apa yang dapat kulakukan. Aku menyusun laporan singkat, dengan menghindarkan timbulnya diskusi. Dan kemudian, kesempatan ketika seksi produksi telah selesai, aku minta maaf dan meninggalkan rapat. Aku sampai berlari-lari menuju mobil.

ISTRI                 
Kau tak boleh berlari-lari, dokter mengatakannya.

SUAMI               
Aku belum tahu apa keputusan rapat.

ISTRI                 
Tak seorang pun yang mengharuskan kau tahu.

SUAMI               
Yah, tentu saja aku tahu bahwa akan ada rapat. Aku tahu bahwa akan ada rapat direksi hari ini, aku tak mau mengatakannya kepada kau, takut akan mengecewakanmu.

ISTRI                 
Terima kasih

SUAMI               
Aku tak mau membuat kau khawatir

ISTRI                 
Bahwa Hasan Yamin akan sakit.

SUAMI               
Yamin

ISTRI                 
Kemarin ia tidak datang. Kau mengatakannya.

SUAMI               
Seharusnya ia sudah masuk

ISTRI
Apa boleh buat mas, berpakaianlah. Aku akan menelpon.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Ego dalam tokoh istri memaksa tokoh istri untuk tidak bersikap semena-mena hanya untuk memenuhi kesenangannya semata. Ia di tuntut oleh aturan sosial dimana ia berperan sebagai seorang istri yang harus tetap melayani suaminya meskipun sebenarnya ia sedang kesal karena suaminya pulang terlambat. Ia dituntut hati nuraninya untuk tetap memperhatikan kesehatan suaminya, dan ia masih bersikap tenang dalam menghadapi suaminya karena ia masih menghormati suaminya pada awalnya.
ISTRI                 
Aku mau tahu, mengapa?

SUAMI               
Apanya yang harus diperingati?

(HENING)

ISTRI                 
Kau tahu apa.

SUAMI               
Apanya yang harus kita peringati?

ISTRI                 
Dua puluh lima tahun. Kita telah bersama-sama dua puluh lima tahun lamanya. Itu suatu prestasi yang luar biasa.

(Suara Olok-Olok Dari Sang Suami)

apakah bagimu itu mudah menghadapinya? Bagiku sukar sekali.

SUAMI               
Ya. Memang mudah. Sekalipun tidak selalu menyenangkan. Tapi mudah saja. Lihatlah. Sudah dua puluh lima tahun kita berbuat yang paling mudah dilakukan. Ketika kita masih berpacaran, setiap orang yang kita kenal mengharapkan kita jadi kawin. Bagiku juga lebih mudah untuk berharap. Bagimu sendiri tentu lebih mudah untuk menerima lamaranku daripada jika aku tidak melakukannya.

ISTRI                 
Aku tidak akan menerimanya, jika saja aku…

SUAMI               
Mencintai aku?

ISTRI                 
Menyukaimu. Aku menyukaimu.

SUAMI               
Lalu anak-anak.

(Ia Membuang Muka)

Jika kita benar-benar menghendakinya, kita bisa mengangkatnya seorang. Pikirlah. Kau tak menghendakinya, demikian juga aku. Itu lebih praktis.

ISTRI                 
Aku selalu menyukai kanak-kanak.

SUAMI               
Seperti kau menyukai aku. Tapi lebih mudah bekerja di panti asuhan daripada mempunyai anak. Kau akan mendapatkan kesibukan, dan aku dengan tugasku. Dan yang paling mudah adalah kita bisa pergi sepanjang hari dan pulang di malam hari, tanpa suatupun yang harus dirisaukan.

ISTRI                 
Kukira kau akan mengatakan mengapa kau merusak rencana perayaan kita.

SUAMI               
Telah kukatakan. Karena tak ada yang sesuatu yang harus diperingati.

ISTRI                 
Kita telah kawin. Dan masih kawin. Itulah soalnya.

SUAMI               
Tidak cukup.

ISTRI                 
Kau tak bermaksud mengatakan bahwa kau tak pernah merasa bahagia?

SUAMI               
Pikirlah. Kapan kita merasakan benar-benar berbahagia?

ISTRI                 
Kita merasa bahagia pada saat permualaan umpamanya.

SUAMI               
Ya. Itu mudah saja. Sex membuat segalanya mudah.

ISTRI                 
Itu murahan.

SUAMI               
Tidak. Itu betul.

ISTRI                 
Kita bukan anak muda lagi. Kau bicara seakan-akan kita ini tak tahu apa-apa.

SUAMI               
Tidak. Kita memiliki pengetahuan teori yang luas. Kita orang progresif dan praktis, dan kita tak bermaksud jadi sengsara karena kita tahu membaca buku-buku. Dan demi Tuhan, kita pun cukup berpengalaman. Jika kita menghendaki soal sex, kita bisa menghadapinya dari segi yang indah, dan kita bisa berbuat sesuai dengan kemauan kita, karena kita menikah.

ISTRI                 
Oh mas!

SUAMI               
Adalah hal yang mengagumkan, bahwa kita tidak pernah menyadari ataupun berpikir rendah. Semua buku-buku mengatakan, bahwa kita akan menemukan diri kita sendiri, itulah istilah yang langka digunakan. Hal ini membuat aku menjadi seakan-akan seorang pelaut, ditengah samudera. Tapi kita tidak pernah menemukan diri kita masing-masing. Kita hanya bisa mengerti betapa indahnya sex itu, jika kita dengan heran menakutinya, dan kita hanya menemukan diri masing-masing apabila sex telah berlalu. Saat itulah baru kita sadari bahwa kita tidak saling menyukai benar-benar. Tapi itu lebih baik berlanjut. Selama dua puluh lima tahun.

ISTRI                 
Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku tidak pernah menyukai kau.

SUAMI               
Tidak. Tapi aku merasakan tanda-tandanya.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Ego di dalam tokoh istri membuat istri lebih tenang dan tidak terlalu egois. Ia berusaha bertanya mengapa tidak ada yang perlu di rayakan. Ia mengatakan bahwa usia perkawinan 25 tahun merupakan prestasi yang luar biasa dan baginya sangat sukar untuk di jalani. Suami menjawab mudah seperti saat pacaran dulu, setiap orang menginginkan mereka untuk kawin dan akhirnya ia melamar dan istri menerima. Istri mengatakan bahwa ia tidak akan menerimanya jika saja ia menyukainya. Suami menuduh istri bahwa istri tidak benar-benar mencintainya. Istri mengelak dan mengatakan bahwa ia menyukai suaminya. Suami mengungkapkan bahwa ia menginginkan anak, jika memang mereka benar-benar menginginkannya mungkin mereka bisa mengadopsi satu tapi tidak pernah mereka lakukan. Istri menyanggah dengan mengatakan bahwa ia selalu menyukai anak-anak. Suami memotong dengan mengatakan bahwa istri menyukai anak-anak seperti istri menyukai dirinya, tetapi lebih udah bekerja di Panti Asuhan dan menyibukan diri mungkin itu lebih praktis dari pada harus mengadopsi anak. Istri mulai menebak bahwa suami ingin mengatakan bahwa selama perkawinan mereka tidak pernah merasa bahagia dan benar suami mengatakan itu. Istri membela diri dengan mengatakan bahwa mereka bahagia mungkin pada permulaan misalnya. Namun suami mengatakan mereka tidak benar-benar saling bahagia bahkan di saat seks berlangsung. Ketika seks telah usai mereka akan sama-sama menyadari bahwa mereka tidak pernah benar-benar saling mencintai. Istri mengelak dan mengatakan bahwa ia tidak pernah mengatakan bahwa ia tidak menyukai suaminya. Tetapi suami mengatakan bahwa ia merasakan tanda-tandanya. Di sini sangat jelas bahwa keegoisan istri mulai menurun dan ia sudah mulai mengontrol emosinya terhadap suami.
c.       Superego
Superego berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya. Struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Berbeda dengan ego yang berpegang pada prinsip realitas, superego yang memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tahapan ini seiring dengan kedewasaan seorang individu. Berhubungan dengan alam tak sadar dan alam sadar, id terletak pada bagian pertama sedang yang lain meliputi keduanya.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin Superego dalam tokoh istri digambarkan dalam penggalan teks berikut:
ISTRI
Kau mengkhayalkan sesuatu.

(Melihat Pada Arlojinya)

tak ada gunanya menelpon lagi. Terlalu malam. Makan disini saja. Seadanya.

SUAMI (Mulai Mengumpulkan Cangkir Dan Pisin Di Meja)
ya.

ISTRI                 
Aku tidak masak. Tapi masih bisa bikin nasi goreng.

SUAMI               
Baik.

ISTRI                 
Apa yang kau kerjakan dengan baki itu?

SUAMI               
Kukira aku akan mencuci cangkir-cangkir ini.

ISTRI                 
Mengapa?

SUAMI               
Karena aku benci padamu, sayang.

(Hening)

ISTRI                 
Nanti aku yang mengelapnya.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Superego dalam tokoh istri membuat tokoh istri bersikap sedikit dewasa dengan menyudahi aksi marahnya dan akhirnya mengalah karena waktu yang sudah terlalu larut malam, akhirnya ia pun merelakan untuk tidak jadi merayakan perkawinan perak mereka. Ia menawarkan membuat nasi goreng untuk merayakan perkawinan perak mereka di rumah. Suami yang merapikan cangkir berkata akan mencucinya dan istri mengatakan akan mengelapnya. Di sini sangat jelas bahwa superego menuntut tokoh untuk bersikap dewasa, mengurangi keegoisannya karena tuntutan-tuntutan moral yang ada dalam dirinya dan masyarakat.

d.      Mimpi
Mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode analisis mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin tidak ada aspek Mimpi yang digambarkan.

2.      Aspek Bawah Sadar Tokoh Suami
a.       Id
Id merupakan struktur kepribadian paling primitif dan berhubungan dengan prinsip mencari kesenangan semata. Ini dapat kita lihat pada fase kanak-kanak seseorang. Id banyak berhubungan dengan nafsu semena-mena yang tidak sanggup membedakan realitas dan khayalan. Ialah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin Id dalam tokoh suami di gambarkan dalam penggalan teks berikut:
SUAMI               
Ada yang lebih baik daripada hanya ambisi.

ISTRI                 
Misalnya?

SUAMI               
Kepuasan. Kulakukan tugas serius dalam cara yang serius. Itu pekerjaan berharga, berbudaya. Ia menuntut kemampuan yang khusus, menuntut perhatianku yang penuh. Aku tak mau ikut-ikutan perlombaan tikus mengejar…

ISTRI                 
Oh, pertandingan tikus…

SUAMI               
Aku percaya, aku percaya bahwa untuk menjadi puas dalam cara…

ISTRI                 
Puas!

SUAMI               
Dalam tugasku! Dalam tugasku!

ISTRI                 
Jangan berteriak! Jangan bicara begitu kepadaku.

SUAMI               
Aku tak pernah berpura-pura puas dalam rumahku.

ISTRI                 
Dinding-dinding  rumah saksinya.

SUAMI               
Dalam kantor, aku punya kedudukan, aku dihormati.

ISTRI                 
Tapi tak cukup mampu untuk bisa merubah order dalam agenda. Supaya kau dapat pulang pada waktunya, supaya dapat merayakan perkawinan perak bersama isterimu.

SUAMI               
Jangan memepetkan aku sayang

ISTRI                 
Kau masih memanggil aku sayang?

SUAMI               
Kataku, Jangan memepetkan aku.

ISTRI                 
Mengapa jangan?

SUAMI               
Ada waktunya buat mengobrol… pada kesempatan…

ISTRI                 
Ya?

SUAMI               
Ada waktunya buat mengobrol akan jadi jemu.

ISTRI                 
Mengapa?

SUAMI               
Bahkan dalam suatu perkawinan, kita tahu ini, sayang. Kita mengetahuinya sejak lama. Bahkan dalam perkawinan ada sikap diam yang penting. Mau terikat bukanlah halangan jika perkawinan dijunjung tinggi.

ISTRI                 
Tapi kita menjunjung tinggi perkawinan kita, mas. Dua puluh lima tahun kita telah menjunjungnya. Tak boleh kita punya maksud buat menghancurkannya.  Setelah dua puluh lima tahun kawin kemana kita akan pergi? Bagaimana kita akan hidup? Aku kira tak perlu lagi ada sikap diam itu lagi.

SUAMI               
Seseorang selalu memerlukannya. Jika ada yang menyakitkan.

ISTRI                 
Ya?

SUAMI               
Akan tertekan…

ISTRI                 
Tapi kesakitan telah berlalu. Tidak ada lagi kini. Kau berpikir tentang merubah agenda, dan kau tak melakukannya, begitu kan?

SUAMI               
Mungkin.

ISTRI                 
Kau bisa mengangkat telpon, dan bicara pada sekretarismu untuk melaksanakannya.

SUAMI               
Bisa jadi.

ISTRI                 
Karena kau belum lagi junior, suamiku. Kau belum jadi seseorang. Katamu kau adalah orang yang punya kedudukan dan dihormati sebagai staf.

SUAMI               
Jika kau menganggapnya begitu.

ISTRI                 
Tapi kau tak mengangkat telpon.

SUAMI               
Tidak.

ISTRI                 
Kau memang ingin supaya terlambat. Kau hendak merusak kita.

SUAMI               
Tidak kusadari.

ISTRI                 
Tidak sadar?

SUAMI               
Mungkin.

ISTRI                 
Nah, sekarang kau sedang sadar. Baik, tak apa-apa kau terlambat, baiklah, kau sudah merusak hari peringatan ini, tapi jika ditanyakan mengapa, apakah aku harus bersikap diam saja, pura-pura memakluminya?

SUAMI               
Tanpa kusadari aku mungkin… merasa enggan.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Id dalam tokoh suami membuat suami bersikap egois, ia beranggapan bahwa ia mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya karena ia dihargai dan dihormati. Istri tersinggung dan menganggap bahwa suami berpura-pura puas dalam menjalankan rumah tangganya selama ini. Suami mengelak dan mengatakan bahwa ia mengatakan kepuasan dalam pekerjaan bukan rumah tangga. Ia mengatakan bahwa dalam kerja ia dihormati dan dihargai, tapi justru memicu istri untuk menyindir suami yang memiliki kedudukan tetapi tidak dapat meluangkan waktu untuk merayakan perkawinan perak mereka. Suami berusaha mengalihkan pembicaraan untuk mengobrol lain waktu. Ia mengatakan bahwa dalam sebuah pernikahan harus ada sikap diam. Istri mengatakan bahwa perkawinan mereka sudah berusia 25 tahun, tapi suami mengatakan bahwa ia tertekan. Istri berusaha membela diri dan mengatakan bahwa semuanya telah berlalu, tetapi suami tidak berusaha mengubah agenda, istri juga mengatakan bahwa suami seperti sengaja tidak mengubah agenda karena ingin merusak pernikahan mereka. Suami mengakui semua dengan jujur dan ia mengatakan bahwa ia merasa enggan untuk merayakan perkawinan perak mereka. Di sini sangat jelas bahwa Id menguasai pikiran suami, ia mementingkan kesenangannya sendiri untuk tidak merayakan perkawinan peraknya bersama istri karena ia merasa enggan. Sehingga ia tidak mau untuk membahagiakan istrinya.
ISTRI                 
Aku mau tahu, mengapa?

SUAMI               
Apanya yang harus diperingati?

(HENING)

ISTRI                 
Kau tahu apa.

SUAMI               
Apanya yang harus kita peringati?

ISTRI                 
Dua puluh lima tahun. Kita telah bersama-sama dua puluh lima tahun lamanya. Itu suatu prestasi yang luar biasa.

(Suara Olok-Olok Dari Sang Suami)

apakah bagimu itu mudah menghadapinya? Bagiku sukar sekali.

SUAMI               
Ya. Memang mudah. Sekalipun tidak selalu menyenangkan. Tapi mudah saja. Lihatlah. Sudah dua puluh lima tahun kita berbuat yang paling mudah dilakukan. Ketika kita masih berpacaran, setiap orang yang kita kenal mengharapkan kita jadi kawin. Bagiku juga lebih mudah untuk berharap. Bagimu sendiri tentu lebih mudah untuk menerima lamaranku daripada jika aku tidak melakukannya.

ISTRI                 
Aku tidak akan menerimanya, jika saja aku…

SUAMI               
Mencintai aku?

ISTRI                 
Menyukaimu. Aku menyukaimu.

SUAMI               
Lalu anak-anak.

(Ia Membuang Muka)

Jika kita benar-benar menghendakinya, kita bisa mengangkatnya seorang. Pikirlah. Kau tak menghendakinya, demikian juga aku. Itu lebih praktis.

ISTRI                 
Aku selalu menyukai kanak-kanak.

SUAMI               
Seperti kau menyukai aku. Tapi lebih mudah bekerja di panti asuhan daripada mempunyai anak. Kau akan mendapatkan kesibukan, dan aku dengan tugasku. Dan yang paling mudah adalah kita bisa pergi sepanjang hari dan pulang di malam hari, tanpa suatupun yang harus dirisaukan.

ISTRI                 
Kukira kau akan mengatakan mengapa kau merusak rencana perayaan kita.

SUAMI               
Telah kukatakan. Karena tak ada yang sesuatu yang harus diperingati.

ISTRI                 
Kita telah kawin. Dan masih kawin. Itulah soalnya.

SUAMI               
Tidak cukup.

ISTRI                 
Kau tak bermaksud mengatakan bahwa kau tak pernah merasa bahagia?

SUAMI               
Pikirlah. Kapan kita merasakan benar-benar berbahagia?

ISTRI                 
Kita merasa bahagia pada saat permualaan umpamanya.

SUAMI               
Ya. Itu mudah saja. Sex membuat segalanya mudah.

ISTRI                 
Itu murahan.

SUAMI               
Tidak. Itu betul.

ISTRI                 
Kita bukan anak muda lagi. Kau bicara seakan-akan kita ini tak tahu apa-apa.

SUAMI               
Tidak. Kita memiliki pengetahuan teori yang luas. Kita orang progresif dan praktis, dan kita tak bermaksud jadi sengsara karena kita tahu membaca buku-buku. Dan demi Tuhan, kita pun cukup berpengalaman. Jika kita menghendaki soal sex, kita bisa menghadapinya dari segi yang indah, dan kita bisa berbuat sesuai dengan kemauan kita, karena kita menikah.

ISTRI                 
Oh mas!

SUAMI               
Adalah hal yang mengagumkan, bahwa kita tidak pernah menyadari ataupun berpikir rendah. Semua buku-buku mengatakan, bahwa kita akan menemukan diri kita sendiri, itulah istilah yang langka digunakan. Hal ini membuat aku menjadi seakan-akan seorang pelaut, ditengah samudera. Tapi kita tidak pernah menemukan diri kita masing-masing. Kita hanya bisa mengerti betapa indahnya sex itu, jika kita dengan heran menakutinya, dan kita hanya menemukan diri masing-masing apabila sex telah berlalu. Saat itulah baru kita sadari bahwa kita tidak saling menyukai benar-benar. Tapi itu lebih baik berlanjut. Selama dua puluh lima tahun.

ISTRI                 
Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku tidak pernah menyukai kau.

SUAMI               
Tidak. Tapi aku merasakan tanda-tandanya.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Id dalam tokoh suami membuat suami mengungkapkan semua yang ada dalam hatinya. Ia merasa bahwa tidak ada yang perlu diperingati, karena selama pernikahan mereka tidak pernah merasa bahagia. Suami merasa bahwa istri tidak pernah benar-benar mencintainya, mereka menikah karena tuntutan setiap orang yang mengharapkan mereka menikah. Ia pun mengharapkan anak, yang dalam kenyataannya tidak pernah mereka dapatkan. Ia berharap dalam mengadopsi satu, tetapi mereka tidak pernah mau mencoba. Ia beranggapan bahwa istri memang tidak menginginkan anak supaya hidup mereka lebih praktis. Ia dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada yang perlu diperingati karena mereka memang tidak pernah merasa benar-benar bahagia. Bahkan dalam seks sekalipun, mereka melakukan itu bukan karena cinta. Toh ketika hal itu sudah terjadi dan mereka kembali sadar. Mereka menyadari bahwa mereka tidak saling mencintai. Istri membela diri bahwa ia tidak pernah mengatakan bahwa ia tidak menyukai suami tetapi suami mengelak bahwa ia sudah merasakan tanda-tandanya. Di sini sangat jelas bahwa suami mementingkan kesenangannya sendiri, ia egois karena bersikukuh ingin memiliki anak. Ia pun berprasangka buruk tentang istrinya. Ia yang pada awalnya dapat mengendalikan diri akhirnya ikut melantur dan tidak dapat mengendalikan dirinya.

b.      Ego
Ego berkembang dari id, Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif/pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam. Ego merupakan kelanjutan upaya mencari kesenangan, tetapi sudah dirangkai dengan keharusan tunduk pada realitas dan tak bisa semena-mena lagi. Fase ini dapat dilihat ketika seorang anak mulai mengenal berbagai aturan sosial dan terpaksa mengekang nafsu pemuasan dirinya yang bersifat semena-mena.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin Ego dalam tokoh suami digambarkan dalam penggalan teks berikut:
SUAMI               
Salahnya ialah aku tidak melihat agenda sampai pagi ini.

(Dari Sakunya Mengeluarkan Agenda)

nah lihatlah, aku membawanya. Membawanya pulang, sebagai semacam bukti alibi bagimu, jika kau tidak percaya. Kupikir kau akan kecewa. Itulah yang kutakutkan.

(Memperlihatkan)

nah, seksi produksi sudah berakhir.

ISTRI                 
Tak dapatkah mereka merubahnya?

SUAMI               
Merubah apa?

ISTRI                 
Menukar ordernya. Maksudku, menggeser waktunya.

SUAMI               
Ya, sukar.

ISTRI                 
Mengapa tidak?

SUAMI               
Kupikir orang tak akan melakukannya, sayang.

ISTRI                 
Maksudku orang tak pernah merubah order di agenda? Aku tak melihat alasan mengapa tak bisa begitu.

SUAMI               
Oh, ada juga mereka merubah ordernya. Kuingat ada hal-hal yang diluar dugaan, yang bisa mempengaruhi jalannya perusahaan, atau jika seseorang…

ISTRI      (Memotong)
harus pergi duluan karena ada keperluan…

SUAMI               
Mungkin ia dapat dirubah.

ISTRI                 
Katamu bisa.

SUAMI               
Sewaktu-waktu, bukan kebiasaan.

ISTRI                 
Mengapa tidak dirubah?

SUAMI               
Sewaktu-waktu. Orang tidak bisa memutuskannya sendirian.

ISTRI                 
Maksudmu, kau yang tidak?

SUAMI               
Seseorang tidak bisa merubah keputusan dewan direksi. Agenda hanya untuk…

ISTRI                 
Untuk peringatan hari pernikahan perak seseorang

(Hening)

kau juga seorang junior kan? Mereka akan memakluminya.

SUAMI               
Susah jadi junior itu, sayang. Kukira kau dapat memaklumi kedudukanku.

ISTRI                 
Kau punya dua cara dalam menyebut aku sayang. Pertama jika kau hendak menyakiti hatiku, kedua jika kau merangkak-rangkak minta sesuatu. Ketika kau datang tadi yang kedua. Kini yang pertama.

SUAMI               
Aku tidak bermaksud menyakitimu. Bagaimanapun aku tak bermaksud menyerang kau.

ISTRI                 
Terima kasih

SUAMI               
Janganlah menyerangku melalui tugasku. Aku bukannya junior. Aku belum pula jadi kepala seksi. Sekalipun aku akan, jika…

ISTRI                 
Jika Hasan Yamin mati terkena influenza Hongkong.

SUAMI               
Yamin.

ISTRI                 
Yamin.

SUAMI               
Kami melaksanakan tugas-tugas penting.

ISTRI                 
Dan tinggal di pinggiran Pasar Minggu.

SUAMI               
Apa?

ISTRI                 
Tugas yang kau lakukan begitu pentingnya, hingga kita harus tinggal di rumah semi permanen, di Pasar Minggu. Dan jika kita ingin membeli poci teh perak untuk sekedar memperingati perkawinan perak kita, aku harus membayar setengahnya dengan uang tabunganku sendiri.

SUAMI               
Ini keterlaluan. Aku tak mendengar obrolan begitu.

ISTRI                 
Aku tidak mengobrol. Aku hanya tidak tahu apa sebabnya kau tidak merubah agenda, hanya itu. Petang tadi aku bekerja di Panti asuhan, dan pada jam 4.30 aku bicara dengan Ibu Tri.

SUAMI               
Itu tidak sama. Kau mengatur waktumu sendiri dalam yayasan.

ISTRI                 
Sekalipun itu pekerjaan juga? Pekerjaan yang bernilai? Kau pikir menolong orang bukan pekerjaan?

SUAMI (Meledak)
bukan itu soalnya.

(Menguasai Diri)

aku menyesal. Tapi bukan itu soalnya, sayang. Jika saja kau hentikan interogasi ini dan dengarkanlah kata-kataku.

ISTRI                 
Interogasi kau yang memulainya. Aku tidak menginterogasimu. Aku hanya sedang bersiap-siap memberikan kesadaran akan tanggung jawabmu.

SUAMI               
Tak ada yang kau lakukan selain menyelidiku, sejak aku memasuki pintu itu.

ISTRI                 
Kau sendiri yang mengatakan padaku, bahwa kau membawa agenda buat diperlihatkan padaku.

SUAMI               
Hei, kita ini kan lagi membicarakan suatu perayaan, sayang. Jangan kita rusak suasananya. Mari kita hadapi.

ISTRI                 
Kau katakan begitu?

SUAMI               
Apa?

ISTRI                 
Kita lagi merencanakan suatu perayaan. Begitu kau katakan padaku? Lihatlah aku? Tidak lagi sedang merencanakannya, tapi sudah berjam-jam duduk disini, sudah berdandan…

SUAMI               
Seharusnya kau berdandan tidak terlalu pagi, sayang.

ISTRI                 
Berdandan itu makan waktu lama, kau tahu.

SUAMI               
ISTRIku sayang.

ISTRI                 
Jangan panggil aku istriku sayang.

SUAMI               
Keparat, ini hari perkawinan perak kita.

ISTRI                 
Nah, teruskan, teruskan. Telpon restoran Queen. Berdandanlah. Kita akan pergi. Mengapa tidak?

SUAMI               
Ya Allah!

ISTRI                 
Nah, kau mau mengatakan apa?

SUAMI               
Aku mau kau…

ISTRI                 
Kau mau aku pergi makan malam, seakan-akan tak ada sesuatu yang terjadi. Nah, baiklah, kita akan makan malam. Aku telah mendapatkan caramu.

SUAMI               
Tak banyak yang yang dapat kita makan, jika kau terus membubuhinya dengan sumpah serapah. Makan-makan itu tidak akan terasa enak. Malahan akan menjadi asam kecut dalam perutmu.

ISTRI                 
Ada cara yang sederhana untuk mengatasinya, kan? Jangan bikin aku kecewa dan aku takkan bersungut-sungut. Jika kita telah merencanakan untuk merayakan Perkawinan Perak kita…

SUAMI               
Oh dik…

ISTRI                 
Dan kau telah berjanji akan segera pulang…

SUAMI               
Telah kucoba, telah kucoba…

ISTRI                 
Mengapa harus mengikuti rapat segala…

SUAMI               
Aku harus menghadirinya. Telah kukatakan, tak ada orang lain untuk mewakili seksi produksi. Itu rapat yang sangat penting, rapat direksi.

ISTRI                 
Jangan jejali aku dengan kata-kata direksi. Aku mual mendengarnya. Aku mual dengan direksimu dan tugas-tugas pentingmu. Kau tidak berkoar-koar dengan ambisi yang sesungguhnya, dan kau menutupinya dengan berpura-pura.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Ego dalam tokoh Suami membuat suami terus menerus berkelit dan ia berusaha membela dirinya dengan mengemukakan berbagai alasan yang masuk akal bahwa ia telat pulang karena rapat yang diadakan di kantor tidak mungkin dapat dibatalkan. Istri yang egois, tidak menerima berbagai alasan itu ia mulai berbicara melantur mulai dari pertanyaan mengapa suami harus ikut rapat direksi, mengapa tidak izin pergi dari acara rapat, mengapa tidak membatalkan rapat untuk merayakan perkawinan perak mereka. Kemudian istri semakin egois ketika ia berbicara bahwa ia pun sama sibuknya dengan suami, tetapi ia dapat mengatasi pekerjaannya dan dapat pulang lebih awal dari Panti Asuhan tempat ia bekerja. Suami yang masih memberikan berbagai alasan kepada istri akhirnya sedikit meledak, namun kembali sadar dan berusaha merayu istri bahwa mereka merencanakan suatu perayaan yakni perkawinan perak mereka. Tanpa disangka, perkataan itu justru membuat istri semakin kesal, ia berpikir bahwa ia tidak hanya merencanakan tetapi sudah menunggu berjam-jam dan sudah berdandan. Ketika suami mulai merayu, istri semakin kesal sehingga membuat suami sedikit geram. Ia mulai bersungut-sungut dan berkata bahwa hari ini perkawinan perak mereka. Istri semakin emosi dan tidak sabar, ia terus menerus memaksa agar rencana mereka malam ini harus tetap berjalan. Karena istri terus menerus mengomel, suami seperti enggan untuk pergi sehingga istri pun semakin emosi. Di sini dapat terlihat dengan jelas bahwa Ego lebih dominan menguasai pemikiran suami, meskipun sebenarnya ia kesal terhadap istrinya ia masih tetap berusaha sabar dan ia menghargai istrinya sehingga masih berusaha memperbaiki kesalahannya. Walaupun pada akhirnya malah semakin memperbesar masalah akibat selisih paham dan pendapat.

c.       Superego
Superego berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya. Struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Berbeda dengan ego yang berpegang pada prinsip realitas, superego yang memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tahapan ini seiring dengan kedewasaan seorang individu. Berhubungan dengan alam tak sadar dan alam sadar, id terletak pada bagian pertama sedang yang lain meliputi keduanya.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin Superego dalam tokoh suami digambarkan dalam penggalan teks berikut:
ISTRI
Mau minum teh?

SUAMI               
Menyesal sekali aku terlambat.

ISTRI                 
Masih banyak di poci.

SUAMI               
Aku akan ganti dulu.

ISTRI                 
Harusnya dibiarkan mengendap dulu.

SUAMI               
Aku akan mandi dan ganti pakaian.

ISTRI                 
Minumlah dulu. 

(Suami Keluar, Melepaskan Dasi, Menaruh Tas Diluar, Masuk Kembali)

SUAMI               
Sungguh-sungguh aku menyesal. Karena ngebut aku hampir nabrak orang.

ISTRI (Setelah Menuang Teh)
ini.

SUAMI
Kau sudah berdandan.

(Hening)

baik sekali

(Hening)

seharusnya aku menelpon tadi. Aku harus menelpon kau. Tapi rapatnya tidak selesai-selesai. Lalu ketika kurencanakan akan keluar, kupikir yang terbaik dapat aku lakukan adalah cepat-cepat pulang. Tapi sekalipun aku telah ngebut, aku hampir saja…

ISTRI                 
Tak seorang pun yang menyuruh kau terlambat mas. Ini, minumlah tehmu.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, superego dalam tokoh suami menghukum tokoh suami dengan menimbulkan rasa bersalah di dalam diri suami karena keterlambatannya pulang. Ia sangat menyesal, dan berusaha menjelaskan sebab mengapa ia sampai terlambat pulang kepada istrinya. Ia menyadari bahwa ia sudah mengecewakan istrinya. Ia pun semakin merasa bersalah ketika ia melihat bahwa istrinya sudah berdandan dan sepertinya sudah siap untuk pergi dengannya malam itu untuk merayakan perkawinan perak mereka.
SUAMI
Sialan sekali. Tak ada orang lain yang bisa bicara pada seksi produksi. Hasan Yamin sakit flu.

(Hening)

mau tak mau aku harus mengisinya. Akan kuhabiskan tehnya, lalu menelpon restoran untuk merubah pesanan. Sesungguhnya setengah delapan dan setengah sepuluh apa bedanya?

(Hening)

atau kita bisa pergi ketempat lain lagi. Tak ada yang mengharuskan kita tetap ke restoran itu. Akan kutelpon… restoran apa yang biasa mereka kunjungi itu?…

(Hening)

jika kau yakin masih ingin pergi.

ISTRI                 
Mengapa tidak?

SUAMI               
Tidak ada alasan. Tidak, aku hanya berpikir, mungkin karena kesana kau akan…

ISTRI                 
Aku sudah berdandan.

SUAMI               
Tentu. Tentu. Akan segera kutelpon mereka, sayang. Mereka dengan mudah dapat menukar waktunya.

ISTRI                 
Kau tak ingin pergi? Kita dapat buka kartu kukira.

SUAMI               
Aku hanya berpikir… duduk-duduk menunggu, bisa menghabiskan kesabaran

(Hening)

maksudku seseorang jadi tak mau mengerjakannya. Segalanya berantakan dan terburu-buru. Jika saja kesempatan ini tidak istimewa, tak ada harganya dilakukan.

(Hening)

tolol aku ini.

(Hening)

kau tak menggunakan poci yang biasa.

ISTRI                 
Di dapur.

SUAMI               
Oh, entahlah. Barang-barang dibeli buat dipakai bukan?

ISTRI                 
Kita menggunakannya.

SUAMI               
Poci perak buatan Yogya, seharusnya yang begini ada di dalam istana-istana atau hotel kelas satu. Maksudku tempatnya kurang cocok. Ini lebih seperti orang tolol, menggunakan poci perak sekedar untuk kenang-kenangan. Aku agak menyukai idenya.

(Hening)

nah, akan ketelpon restoran.

ISTRI                 
Berhentillah memperolokan aku, mas.

SUAMI               
Apa yang membuat kau…

ISTRI                 
Sejak kau masuk, kau sudah berdalih dengan berbagai alasan. Mencoba supaya aku bicara bahwa aku tidak peduli duduk menunggu disini setelah berdandan, dan tak tahu apa yang terjadi dengan kau. Baiklah. Kukatakan padamu mas. Aku tahu kau tak memperbaikinya. Aku tak menyalahkan kau. Maka bergantilah dan telpon restoran.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, superego dalam tokoh suami membuat suami terus menerus berusaha untuk menutup-nutupi kesalahannya dengan melontarkan berbagai alasan yang dapat memperkuat sebab musabab mengapa ia sampai terlambat, karena superego menuntut sebuah kesempurnaan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Meskipun sebenarnya ini sedikit melenceng dari pengertian superego sesungguhnya yang menghasilkan sebuah kedewasaan dari manusia. Tokoh suami pun ragu-ragu untuk tetap pergi karena ia terlambat dua jam. Ia berpikir bahwa istrinya pasti sangat bosan dan kesal karena menunggu berjam-jam, dan otomatis membuat selera istri untuk pergi akan hilang. Tetapi pendapatnya bersebrangan dengan sang istri yang tetap bersikukuh untuk pergi makan malam di restoran yang sudah mereka pesan sebelumnya. Suami mulai mengalihkan pembicaraan dengan topik poci, tetapi hal itu justru menyinggung perasaan sang istri.
ISTRI
Kau mengkhayalkan sesuatu.

(Melihat Pada Arlojinya)

tak ada gunanya menelpon lagi. Terlalu malam. Makan disini saja. Seadanya.

SUAMI (Mulai Mengumpulkan Cangkir Dan Pisin Di Meja)
ya.

ISTRI                 
Aku tidak masak. Tapi masih bisa bikin nasi goreng.

SUAMI               
Baik.

ISTRI                 
Apa yang kau kerjakan dengan baki itu?

SUAMI               
Kukira aku akan mencuci cangkir-cangkir ini.

ISTRI                 
Mengapa?

SUAMI               
Karena aku benci padamu, sayang.

(Hening)

ISTRI                 
Nanti aku yang mengelapnya.

Sesuai dengan penggalan teks di atas, Superego dalam tokoh suami membuat tokoh suami lebih banyak diam dan tidak banyak berkomentar, ia mengiyakan setiap perkataan istri. Suami pun merapikan cangkir kemudian berkata akan mencucinya dan istri mengatakan akan mengelapnya. Selain itu ada pengungkapan sayang yang tak wajar dari suami, ia mengatakan bahwa ia membenci istrinya diakhiri kata ‘sayang’. Di sini sangat jelas bahwa superego menuntut tokoh untuk bersikap dewasa, mengurangi keegoisannya karena tuntutan-tuntutan moral yang ada dalam dirinya dan masyarakat.

d.      Mimpi
Mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode analisis mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.
Di dalam lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin tidak ada aspek Mimpi dalam tokoh suami yang digambarkan.




BAB III
SIMPULAN



Lakon “Perkawinan Perak” karya John Boudin ini dikaji dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis karena di dalam drama ini lebih condong menceritakan mengenai keadaan kejiwaan tokoh. Psikoanalisis melihat perilaku orang itu diakibatkan adanya semacam dorongan yang terpendam dalam diri seseorang karena suatu pengalaman yang dialaminya.Tokoh di dalam lakon ini berjumlah dua tokoh yakni tokoh Istri dan tokoh Suami.
Ada beberapa aspek yang dikaji melalui pendekatan psikoanalisis ini yaitu Id, ego, superego, dan mimpi. Tokoh Istri di dalam lakon ini mempunyai seluruh aspek bawah sadar yakni id, ego, superego, kecuali mimpi. Sama halnya dengan tokoh Istri, tokoh Suami di dalam lakon ini mempunyai seluruh aspek bawah sadar yaitu id, superego, kecuali mimpi.



DAFTAR PUSTAKA


Wellek, Rene dan Austin Warren.1995. Teori Kesusastraan. Terj. Melani Budianta. Jakarta : Gramedia.
Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta : Gramedia.
http://rodobodo.blogspot.com/2007/08/psikoanalisis-sastra.html
http://wem.blogspot.com/2005/04/analisis-psikoanalisa-thd-tokoh-saaman.html



Lampiran



















Lakon
Perkawinan Perak
Karya John Boudin



















RUANG TENGAH DARI RUMAH SETENGAH TEMBOK DI PINGGIRAN KOTA JAKARTA (PASAR MINGGU)  KETIKA ITU JAM DELAPAN MALAM. JAM BERDENTANG. SANG ISTRI SEDANG DUDUK DEKAT MEJA. KETIKA IA SEDANG MENGAKURKAN JAM DENGAN ARLOJINYA, TERDENGAR SUARA KUNCI DIPUTAR DI RUANG MUKA. SUAMI MASUK.

ISTRI            
Mau minum teh?

SUAMI                      
Menyesal sekali aku terlambat.

ISTRI            
Masih banyak di poci.

SUAMI                      
Aku akan ganti dulu.

ISTRI            
Harusnya dibiarkan mengendap dulu.

SUAMI                      
Aku akan mandi dan ganti pakaian.

ISTRI            
Minumlah dulu. 

(Suami Keluar, Melepaskan Dasi, Menaruh Tas Diluar, Masuk Kembali)

SUAMI                      
Sungguh-sungguh aku menyesal. Karena ngebut aku hampir nabrak orang.

ISTRI (Setelah Menuang Teh)
ini.

SUAMI                      
Kau sudah berdandan.

(Hening)

baik sekali

(Hening)

seharusnya aku menelpon tadi. Aku harus menelpon kau. Tapi rapatnya tidak selesai-selesai. Lalu ketika kurencanakan akan keluar, kupikir yang terbaik dapat aku lakukan adalah cepat-cepat pulang. Tapi sekalipun aku telah ngebut, aku hampir saja…

ISTRI            
Tak seorang pun yang menyuruh kau terlambat mas. Ini, minumlah tehmu.

SUAMI                      
Sialan sekali. Tak ada orang lain yang bisa bicara pada seksi produksi. Hasan Yamin sakit flu.

(Hening)

mau tak mau aku harus mengisinya. Akan kuhabiskan tehnya, lalu menelpon restoran untuk merubah pesanan. Sesungguhnya setengah delapan dan setengah sepuluh apa bedanya?

(Hening)

atau kita bisa pergi ketempat lain lagi. Tak ada yang mengharuskan kita tetap ke restoran itu. Akan kutelpon… restoran apa yang biasa mereka kunjungi itu?…

(Hening)

jika kau yakin masih ingin pergi.

ISTRI            
Mengapa tidak?

SUAMI                      
Tidak ada alasan. Tidak, aku hanya berpikir, mungkin karena kesana kau akan…

ISTRI            
Aku sudah berdandan.

SUAMI                      
Tentu. Tentu. Akan segera kutelpon mereka, sayang. Mereka dengan mudah dapat menukar waktunya.

ISTRI            
Kau tak ingin pergi? Kita dapat buka kartu kukira.

SUAMI                      
Aku hanya berpikir… duduk-duduk menunggu, bisa menghabiskan kesabaran

(Hening)

maksudku seseorang jadi tak mau mengerjakannya. Segalanya berantakan dan terburu-buru. Jika saja kesempatan ini tidak istimewa, tak ada harganya dilakukan.

(Hening)

tolol aku ini.

(Hening)

kau tak menggunakan poci yang biasa.

ISTRI            
Di dapur.

SUAMI                      
Oh, entahlah. Barang-barang dibeli buat dipakai bukan?

ISTRI            
Kita menggunakannya.

SUAMI                      
Poci perak buatan Yogya, seharusnya yang begini ada di dalam istana-istana atau hotel kelas satu. Maksudku tempatnya kurang cocok. Ini lebih seperti orang tolol, menggunakan poci perak sekedar untuk kenang-kenangan. Aku agak menyukai idenya.

(Hening)

nah, akan ketelpon restoran.

ISTRI            
Berhentillah memperolokan aku, mas.

SUAMI                      
Apa yang membuat kau…

ISTRI            
Sejak kau masuk, kau sudah berdalih dengan berbagai alasan. Mencoba supaya aku bicara bahwa aku tidak peduli duduk menunggu disini setelah berdandan, dan tak tahu apa yang terjadi dengan kau. Baiklah. Kukatakan padamu mas. Aku tahu kau tak memperbaikinya. Aku tak menyalahkan kau. Maka bergantilah dan telpon restoran.

SUAMI                      
Yah, tentunya kau kesal sekali.

(Istri Memandang Tajam)

harusnya aku menelpon. Sayang, jika saja aku bisa. Aku telah terlambat. Itu rapat dewan direksi, kau tahu. Orang dari seksi-seksi harus ada disana. Seluruh staf dan pucuk pimpinan. Dan sialnya si Hasan Yamin kena flu Hongkong, aku harus mewakilinya. Kulakukan apa yang dapat kulakukan. Aku menyusun laporan singkat, dengan menghindarkan timbulnya diskusi. Dan kemudian, kesempatan ketika seksi produksi telah selesai, aku minta maaf dan meninggalkan rapat. Aku sampai berlari-lari menuju mobil.

ISTRI            
Kau tak boleh berlari-lari, dokter mengatakannya.

SUAMI                      
Aku belum tahu apa keputusan rapat.

ISTRI            
Tak seorang pun yang mengharuskan kau tahu.

SUAMI                      
Yah, tentu saja aku tahu bahwa akan ada rapat. Aku tahu bahwa akan ada rapat direksi hari ini, aku tak mau mengatakannya kepada kau, takut akan mengecewakanmu.

ISTRI            
Terima kasih

SUAMI                      
Aku tak mau membuat kau khawatir

ISTRI            
Bahwa Hasan Yamin akan sakit.

SUAMI                      
Yamin

ISTRI            
Kemarin ia tidak datang. Kau mengatakannya.

SUAMI                      
Seharusnya ia sudah masuk

ISTRI            
Apa boleh buat mas, berpakaianlah. Aku akan menelpon.

SUAMI                      
Salahnya ialah aku tidak melihat agenda sampai pagi ini.

(Dari Sakunya Mengeluarkan Agenda)

nah lihatlah, aku membawanya. Membawanya pulang, sebagai semacam bukti alibi bagimu, jika kau tidak percaya. Kupikir kau akan kecewa. Itulah yang kutakutkan.

(Memperlihatkan)

nah, seksi produksi sudah berakhir.

ISTRI            
Tak dapatkah mereka merubahnya?

SUAMI                      
Merubah apa?

ISTRI            
Menukar ordernya. Maksudku, menggeser waktunya.

SUAMI                      
Ya, sukar.

ISTRI            
Mengapa tidak?

SUAMI                      
Kupikir orang tak akan melakukannya, sayang.

ISTRI            
Maksudku orang tak pernah merubah order di agenda? Aku tak melihat alasan mengapa tak bisa begitu.

SUAMI                      
Oh, ada juga mereka merubah ordernya. Kuingat ada hal-hal yang diluar dugaan, yang bisa mempengaruhi jalannya perusahaan, atau jika seseorang…

ISTRI (Memotong)
harus pergi duluan karena ada keperluan…

SUAMI                      
Mungkin ia dapat dirubah.

ISTRI            
Katamu bisa.

SUAMI                      
Sewaktu-waktu, bukan kebiasaan.

ISTRI            
Mengapa tidak dirubah?

SUAMI                      
Sewaktu-waktu. Orang tidak bisa memutuskannya sendirian.

ISTRI            
Maksudmu, kau yang tidak?

SUAMI                      
Seseorang tidak bisa merubah keputusan dewan direksi. Agenda hanya untuk…

ISTRI            
Untuk peringatan hari pernikahan perak seseorang

(Hening)

kau juga seorang junior kan? Mereka akan memakluminya.

SUAMI                      
Susah jadi junior itu, sayang. Kukira kau dapat memaklumi kedudukanku.

ISTRI            
Kau punya dua cara dalam menyebut aku sayang. Pertama jika kau hendak menyakiti hatiku, kedua jika kau merangkak-rangkak minta sesuatu. Ketika kau datang tadi yang kedua. Kini yang pertama.

SUAMI                      
Aku tidak bermaksud menyakitimu. Bagaimanapun aku tak bermaksud menyerang kau.

ISTRI            
Terima kasih

SUAMI                      
Janganlah menyerangku melalui tugasku. Aku bukannya junior. Aku belum pula jadi kepala seksi. Sekalipun aku akan, jika…

ISTRI            
Jika Hasan Yamin mati terkena influenza Hongkong.

SUAMI                      
Yamin.

ISTRI            
Yamin.

SUAMI                      
Kami melaksanakan tugas-tugas penting.

ISTRI            
Dan tinggal di pinggiran Pasar Minggu.

SUAMI                      
Apa?

ISTRI            
Tugas yang kau lakukan begitu pentingnya, hingga kita harus tinggal di rumah semi permanen, di Pasar Minggu. Dan jika kita ingin membeli poci teh perak untuk sekedar memperingati perkawinan perak kita, aku harus membayar setengahnya dengan uang tabunganku sendiri.

SUAMI                      
Ini keterlaluan. Aku tak mendengar obrolan begitu.

ISTRI            
Aku tidak mengobrol. Aku hanya tidak tahu apa sebabnya kau tidak merubah agenda, hanya itu. Petang tadi aku bekerja di Panti asuhan, dan pada jam 4.30 aku bicara dengan Ibu Tri.

SUAMI                      
Itu tidak sama. Kau mengatur waktumu sendiri dalam yayasan.

ISTRI            
Sekalipun itu pekerjaan juga? Pekerjaan yang bernilai? Kau pikir menolong orang bukan pekerjaan?

SUAMI (Meledak)
bukan itu soalnya.

(Menguasai Diri)

aku menyesal. Tapi bukan itu soalnya, sayang. Jika saja kau hentikan interogasi ini dan dengarkanlah kata-kataku.

ISTRI            
Interogasi kau yang memulainya. Aku tidak menginterogasimu. Aku hanya sedang bersiap-siap memberikan kesadaran akan tanggung jawabmu.

SUAMI                      
Tak ada yang kau lakukan selain menyelidiku, sejak aku memasuki pintu itu.

ISTRI            
Kau sendiri yang mengatakan padaku, bahwa kau membawa agenda buat diperlihatkan padaku.

SUAMI                      
Hei, kita ini kan lagi membicarakan suatu perayaan, sayang. Jangan kita rusak suasananya. Mari kita hadapi.

ISTRI            
Kau katakan begitu?

SUAMI                      
Apa?

ISTRI            
Kita lagi merencanakan suatu perayaan. Begitu kau katakan padaku? Lihatlah aku? Tidak lagi sedang merencanakannya, tapi sudah berjam-jam duduk disini, sudah berdandan…

SUAMI                      
Seharusnya kau berdandan tidak terlalu pagi, sayang.

ISTRI            
Berdandan itu makan waktu lama, kau tahu.

SUAMI                      
ISTRIku sayang.

ISTRI            
Jangan panggil aku istriku sayang.

SUAMI                      
Keparat, ini hari perkawinan perak kita.

ISTRI            
Nah, teruskan, teruskan. Telpon restoran Queen. Berdandanlah. Kita akan pergi. Mengapa tidak?

SUAMI                      
Ya Allah!

ISTRI            
Nah, kau mau mengatakan apa?

SUAMI                      
Aku mau kau…

ISTRI            
Kau mau aku pergi makan malam, seakan-akan tak ada sesuatu yang terjadi. Nah, baiklah, kita akan makan malam. Aku telah mendapatkan caramu.

SUAMI                      
Tak banyak yang yang dapat kita makan, jika kau terus membubuhinya dengan sumpah serapah. Makan-makan itu tidak akan terasa enak. Malahan akan menjadi asam kecut dalam perutmu.

ISTRI            
Ada cara yang sederhana untuk mengatasinya, kan? Jangan bikin aku kecewa dan aku takkan bersungut-sungut. Jika kita telah merencanakan untuk merayakan Perkawinan Perak kita…

SUAMI                      
Oh dik…

ISTRI            
Dan kau telah berjanji akan segera pulang…

SUAMI                      
Telah kucoba, telah kucoba…

ISTRI            
Mengapa harus mengikuti rapat segala…

SUAMI                      
Aku harus menghadirinya. Telah kukatakan, tak ada orang lain untuk mewakili seksi produksi. Itu rapat yang sangat penting, rapat direksi.

ISTRI            
Jangan jejali aku dengan kata-kata direksi. Aku mual mendengarnya. Aku mual dengan direksimu dan tugas-tugas pentingmu. Kau tidak berkoar-koar dengan ambisi yang sesungguhnya, dan kau menutupinya dengan berpura-pura.

SUAMI                      
Ada yang lebih baik daripada hanya ambisi.

ISTRI            
Misalnya?

SUAMI                      
Kepuasan. Kulakukan tugas serius dalam cara yang serius. Itu pekerjaan berharga, berbudaya. Ia menuntut kemampuan yang khusus, menuntut perhatianku yang penuh. Aku tak mau ikut-ikutan perlombaan tikus mengejar…

ISTRI            
Oh, pertandingan tikus…

SUAMI                      
Aku percaya, aku percaya bahwa untuk menjadi puas dalam cara…

ISTRI            
Puas!

SUAMI                      
Dalam tugasku! Dalam tugasku!

ISTRI            
Jangan berteriak! Jangan bicara begitu kepadaku.

SUAMI                      
Aku tak pernah berpura-pura puas dalam rumahku.

ISTRI            
Dinding-dinding  rumah saksinya.

SUAMI                      
Dalam kantor, aku punya kedudukan, aku dihormati.

ISTRI            
Tapi tak cukup mampu untuk bisa merubah order dalam agenda. Supaya kau dapat pulang pada waktunya, supaya dapat merayakan perkawinan perak bersama isterimu.

SUAMI                      
Jangan memepetkan aku sayang

ISTRI            
Kau masih memanggil aku sayang?

SUAMI                      
Kataku, Jangan memepetkan aku.

ISTRI            
Mengapa jangan?

SUAMI                      
Ada waktunya buat mengobrol… pada kesempatan…

ISTRI            
Ya?

SUAMI                      
Ada waktunya buat mengobrol akan jadi jemu.

ISTRI            
Mengapa?

SUAMI                      
Bahkan dalam suatu perkawinan, kita tahu ini, sayang. Kita mengetahuinya sejak lama. Bahkan dalam perkawinan ada sikap diam yang penting. Mau terikat bukanlah halangan jika perkawinan dijunjung tinggi.

ISTRI            
Tapi kita menjunjung tinggi perkawinan kita, mas. Dua puluh lima tahun kita telah menjunjungnya. Tak boleh kita punya maksud buat menghancurkannya.  Setelah dua puluh lima tahun kawin kemana kita akan pergi? Bagaimana kita akan hidup? Aku kira tak perlu lagi ada sikap diam itu lagi.

SUAMI                      
Seseorang selalu memerlukannya. Jika ada yang menyakitkan.

ISTRI            
Ya?

SUAMI                      
Akan tertekan…

ISTRI            
Tapi kesakitan telah berlalu. Tidak ada lagi kini. Kau berpikir tentang merubah agenda, dan kau tak melakukannya, begitu kan?

SUAMI                      
Mungkin.

ISTRI            
Kau bisa mengangkat telpon, dan bicara pada sekretarismu untuk melaksanakannya.

SUAMI                      
Bisa jadi.

ISTRI            
Karena kau belum lagi junior, suamiku. Kau belum jadi seseorang. Katamu kau adalah orang yang punya kedudukan dan dihormati sebagai staf.

SUAMI                      
Jika kau menganggapnya begitu.

ISTRI            
Tapi kau tak mengangkat telpon.

SUAMI                      
Tidak.

ISTRI            
Kau memang ingin supaya terlambat. Kau hendak merusak kita.

SUAMI                      
Tidak kusadari.

ISTRI            
Tidak sadar?

SUAMI                      
Mungkin.

ISTRI            
Nah, sekarang kau sedang sadar. Baik, tak apa-apa kau terlambat, baiklah, kau sudah merusak hari peringatan ini, tapi jika ditanyakan mengapa, apakah aku harus bersikap diam saja, pura-pura memakluminya?

SUAMI                      
Tanpa kusadari aku mungkin… merasa enggan.

ISTRI            
Aku mau tahu, mengapa?

SUAMI                      
Apanya yang harus diperingati?

(HENING)

ISTRI            
Kau tahu apa.

SUAMI                      
Apanya yang harus kita peringati?

ISTRI            
Dua puluh lima tahun. Kita telah bersama-sama dua puluh lima tahun lamanya. Itu suatu prestasi yang luar biasa.

(Suara Olok-Olok Dari Sang Suami)

apakah bagimu itu mudah menghadapinya? Bagiku sukar sekali.

SUAMI                      
Ya. Memang mudah. Sekalipun tidak selalu menyenangkan. Tapi mudah saja. Lihatlah. Sudah dua puluh lima tahun kita berbuat yang paling mudah dilakukan. Ketika kita masih berpacaran, setiap orang yang kita kenal mengharapkan kita jadi kawin. Bagiku juga lebih mudah untuk berharap. Bagimu sendiri tentu lebih mudah untuk menerima lamaranku daripada jika aku tidak melakukannya.

ISTRI            
Aku tidak akan menerimanya, jika saja aku…

SUAMI                      
Mencintai aku?

ISTRI            
Menyukaimu. Aku menyukaimu.

SUAMI                      
Lalu anak-anak.

(Ia Membuang Muka)

Jika kita benar-benar menghendakinya, kita bisa mengangkatnya seorang. Pikirlah. Kau tak menghendakinya, demikian juga aku. Itu lebih praktis.

ISTRI            
Aku selalu menyukai kanak-kanak.

SUAMI                      
Seperti kau menyukai aku. Tapi lebih mudah bekerja di panti asuhan daripada mempunyai anak. Kau akan mendapatkan kesibukan, dan aku dengan tugasku. Dan yang paling mudah adalah kita bisa pergi sepanjang hari dan pulang di malam hari, tanpa suatupun yang harus dirisaukan.

ISTRI            
Kukira kau akan mengatakan mengapa kau merusak rencana perayaan kita.

SUAMI                      
Telah kukatakan. Karena tak ada yang sesuatu yang harus diperingati.

ISTRI            
Kita telah kawin. Dan masih kawin. Itulah soalnya.

SUAMI                      
Tidak cukup.

ISTRI            
Kau tak bermaksud mengatakan bahwa kau tak pernah merasa bahagia?

SUAMI                      
Pikirlah. Kapan kita merasakan benar-benar berbahagia?

ISTRI            
Kita merasa bahagia pada saat permualaan umpamanya.

SUAMI                      
Ya. Itu mudah saja. Sex membuat segalanya mudah.

ISTRI            
Itu murahan.

SUAMI                      
Tidak. Itu betul.

ISTRI            
Kita bukan anak muda lagi. Kau bicara seakan-akan kita ini tak tahu apa-apa.

SUAMI                      
Tidak. Kita memiliki pengetahuan teori yang luas. Kita orang progresif dan praktis, dan kita tak bermaksud jadi sengsara karena kita tahu membaca buku-buku. Dan demi Tuhan, kita pun cukup berpengalaman. Jika kita menghendaki soal sex, kita bisa menghadapinya dari segi yang indah, dan kita bisa berbuat sesuai dengan kemauan kita, karena kita menikah.

ISTRI            
Oh mas!

SUAMI                      
Adalah hal yang mengagumkan, bahwa kita tidak pernah menyadari ataupun berpikir rendah. Semua buku-buku mengatakan, bahwa kita akan menemukan diri kita sendiri, itulah istilah yang langka digunakan. Hal ini membuat aku menjadi seakan-akan seorang pelaut, ditengah samudera. Tapi kita tidak pernah menemukan diri kita masing-masing. Kita hanya bisa mengerti betapa indahnya sex itu, jika kita dengan heran menakutinya, dan kita hanya menemukan diri masing-masing apabila sex telah berlalu. Saat itulah baru kita sadari bahwa kita tidak saling menyukai benar-benar. Tapi itu lebih baik berlanjut. Selama dua puluh lima tahun.

ISTRI            
Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku tidak pernah menyukai kau.

SUAMI                      
Tidak. Tapi aku merasakan tanda-tandanya.

ISTRI            
Kau mengkhayalkan sesuatu.

(Melihat Pada Arlojinya)

tak ada gunanya menelpon lagi. Terlalu malam. Makan disini saja. Seadanya.

SUAMI (Mulai Mengumpulkan Cangkir Dan Pisin Di Meja)
ya.

ISTRI            
Aku tidak masak. Tapi masih bisa bikin nasi goreng.


SUAMI                      
Baik.

ISTRI            
Apa yang kau kerjakan dengan baki itu?

SUAMI                      
Kukira aku akan mencuci cangkir-cangkir ini.

ISTRI            
Mengapa?

SUAMI                      
Karena aku benci padamu, sayang.

(Hening)

ISTRI            
Nanti aku yang mengelapnya.

TERDENGAR BUNYI JAM DINDING DEPAN, LAMPU FADE OUT

SELESAI


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi 'Kesabaran' Karya Chairil Anwar

Esai Kajian Struktural terhadap Puisi 'Jembatan' karya Sutardji Calzoum Bachri

Analisis Film 'Negeri 5 Menara'