Artikel 'Pendidikan Terabaikan'
Pendidikan
Terabaikan
oleh
Anisa Prasetia Novia
NIM 1103944
Pendidikan,
mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Namun mengapa masalah
pendidikan masih saja belum terselesaikan sampai sekarang? Apa penyebabnya?
Mengapa pendidikan masih terabaikan? Bukankah tercantum jelas dalam pasal 31
ayat 1 UUD 1945 bahwa ‘tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan’ dan
tercantum pula dalam pasal 31ayat 2 bahwa ‘setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’.
Sebelum
kita membahas lebih lanjut tentang masalah pendidikan, terlebih dahulu kita
harus mengetahui apa itu pendidikan? Di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Ada beberapa pengertian pendidikan menurut beberapa ahli
diantaranya Langeveld menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh orang dewasa terhadap pihak lain yang belum dewasa agar mencapai
kedewasaan (M.I Soelaiman, 1985), sedangkan menurut Soegarda Poerbakawatja
(1982:257) pendidikan dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas
pendidikan meliputi semua perbuatan dan usulan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi
hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Dalam arti sempit pendidikan sama
halnya dengan pengajaran, walaupun demikian di dalam proses pendidikan akan
tercakup pula pengajaran sebagai salah satu bentuk kegiatan pendidikan.
Ada
berbagai jenis landasan pendidikan agar pendidikan dapat terselenggara dengan
baik yaitu landasan filosofis pendidikan, landasan psikologis pendidikan,
landasan sosiologis-antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dan
landasan yuridis pendidikan.
Landasan
filosofis pendidikan negara kita adalah pancasila, karena pancasila adalah
falsafah bangsa, maka pada hakikatnya bangsa indonesia memiliki landasan filosofis
pendidikan tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya yaitu filsafat
pendidikan yang berdasarkan pancasila.
di
dalam landasan sosiologis dan antropologis pendidikan, antara individu,
masyarakat, dan kebudayaannya tak dapat dipisahkan. Masyarakat dan kebudayaan
mempengaruhi individu, sebaliknya masyarakat dan kebudayaan dipengaruhi pula
oleh individu-individu yang membangunnya. Pengaruhnya sangat besar terhadap
pendidikan karena individu dan masyarakat terbentuk dalam suatu kebudayaan.
Apabila kebudayaan di dalam masyarakat mengabaikan pendidikan, maka secara
otomatis setiap orangtua akan mengabaikan pendidikan karena beranggapan bahwa
pendidikan itu tidak penting.
Faktor
lain yang menyebabkan pendidikan terabaikan dari segi finansial masyarakat, masyarakat
indonesia khususnya kalangan menengah bawah merasa terbebani dengan biaya
pendidikan yang harus mereka tanggung untuk pendidikan anak-anaknya. Meskipun
pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan dengan wajib belajar sembilan tahun,
dengan biaya sekolah gratis sampai jenjang SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Namun, kebijakan tersebut masih belum dapat dilaksanakan secara tepat dan
menyeluruh. Mengapa terjadi demikian? Karena kebijakan tersebut hanya untuk
biaya sekolah saja, sedangkan kebutuhan seorang siswa sangat banyak, misalnya:
kebutuhan seragam sekolah, buku, tas, sepatu, berbagai buku penunjang
pendidikan dengan jumlah yang banyak, dan lain-lain. Sehingga orang tua si anak
didik merasa terbebani, jangankan untuk memenuhi kebutuhan sekolah anaknya
untuk biaya sehari-haripun sulit bagi mereka. Selain itu, dipelosok-pelosok
desa, jarak sekolah dengan rumah warga sangat jauh bahkan bisa mencapai
berkilo-kilo meter, itu pun salah satu faktor yang menyebabkan banyak anak-anak
yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah sekolah sama sekali. Karena
kemungkinan besar apabila jarak jauh siswa memerlukan kendaraan untuk dapat
sampai ke sekolah dan otomatis memerlukan biaya tambahan yakni biaya
transportasi yang semakin membebani orangtua.
Kesadaran
orangtua akan pentingnya pendidikanpun masih sangat kurang, sehingga mereka
beranggapan asal anak-anak
mereka bisa baca, tulis, dan menghitung saja sudah cukup, tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi, toh akhirnya akan mencari kerja juga. Jadi daripada sekolah
tinggi-tinggi hanya menghamburkan uang dengan percuma lebih baik bekerja
membantu orangtua untuk membiayai kebutuhan hidup yang semakin tinggi.
Padahal, dalam kenyataannya diera
globalisasi ini, pendidikan sangat penting untuk mengangkat harkat dan martabat
bangsa Indonesia dikancah Internasional. Bagaimana indonesia dapat menjadi
negara maju di dunia Internasional kalau dalam realisasinya masyarakat masih
belum menyadari akan pentingnya pendidikan. Di dalam landasan yuridis
pendidikan tercantum bahwa cita-cita pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa (Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat), di dalam pasal 5 ayat 1 UU RI
No.20 Tahun 2003 tercantum bahwa ‘setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’, dan di dalam pasal 31 ayat 4 UUD
1945 tercantum bahwa kewajiban negara ‘negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional’. Maka dari itu, pemerintah harus lebih
aktif dalam menyelenggarakan sosialisasi pentingnya pendidikan dan program
wajib belajar sembilan tahun agar masyarakat melaksanakan kewajiban dan
mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan peraturan
pemerintah yang tercantum dalam Undang-Undang dan sesuai dengan falsafah bangsa
yaitu pancasila.
Artikel ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pendidikan dengan dosen Pengampu Drs. Dede Somaryana, M.Pd. Penulis adalah Mahasiswa Program S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS Universitas Pendidikan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar